Curahan Hati Anak Rantau

-Disaat Kamu Sadar Bahwa Allah Penulis Skenario Terbaik-

Pernah gak sih berpikir kenapa kita harus sekolah, belajar setinggi mungkin, kemudian bekerja padahal pada akhirnya semua akan pergi meninggalkan segala kefanaan dunia ini? 

Saat itu aku sedang duduk santai di pinggir danau di sudut kota. Cahaya matahari yang sangat terik membuatku lebih memilih untuk berteduh di bawah rindang pohon pinggir danau. Aku bersandar di batang pohon besar yang kuat beralas rerumputan hijau lembut. Sejauh mata memandang aku melihat banyak kebahagiaan. Setiap orang tertawa, saling bercanda. Ada yang berkumpul bersama teman sebaya, keluarga bahkan muda mudi yang sedang merajut benang cinta. Tidak ada tangisan yang kudengar selama disana. Hanya teriakan tawa setia menjadi backsound peningkat emosional.

Seketika aku tersadar ketika melihat sekelompok anak kecil sedang bermain bersama. Terlihat jelas di wajah mereka lukisan kebahagian yang belum bebercak hitam realita kehidupan. 

"Mungkin aku juga seperti ini dulunya" pikirku. 
"Menikmati masa kecil, naif dengan anggapan bahwa hidup ini mulus tanpa jurang, lika liku kehidupan."

Hidup memang memiliki banyak kejutan. Setiap jalan yang kita ambil memberikan penawaran yang berbeda. Kita bebas mau mengambil jalan yang mana. Tapi bagaimana jika tiba saatnya untuk memilih. Pada saat kita berada di persimpangan, pertigaan ataupun perempatan. Di tempat itu juga kita harus memilih sesegera mungkin. Keadaan semakin genting dengan banyaknya mobil yang lalu lalang.

Inilah hari terakhir penghujung tahun 2016. Tidak lama lagi tahun 2017 siap datang menyapa bak matahari yang bersiap menerbitkan cahaya jingga oranye di musim dingin. Perpaduan warna yang menimbulkan kesan romantis saat dipandang. Selamat tinggal tahun 2016. Akhirnya berlalu juga tahun yang begitu berat, penuh sesak di dada. Semoga penggantimu tahun 2017 memberikan setiap hari penuh tawa.

Inilah kisahku selama tahun 2016. Aku bercerita bukan karena aku cengeng, bukan karena aku ingin diperhatikan. Kusimpan abadi di tulisan ini sebagai pengingatku nanti, bahwa yang pahit itu belum tentu abadi dengan kepahitannya.

Hidup di rantau orang, tanpa orang-orang tersayang yang 24 jam siap sedia. Tinggal di Jerman tanpa keluarga yang bagiku biasa ternyata membuat sebagian orang juga berdecak kagum. Kamu benar-benar cewek yang berani, tingggal sendiri tanpa keluarga. Tidak sedikit orang yang pernah melontarakan ucapan itu kepadaku.

Jerman tempatku meniti jembatan kesuksesan yang membangunkanku dari kenaifan. Hidup itu tidaklah mudah! Satu dari sekian banyak pelajaran yang bisa aku ambil disini. Jika aku boleh jujur, sampai sekarang aku masih di jalan kerikil dengan jurang di kiri kanan. Kapan saja bisa terjatuh.

Tapi untungnyu aku punya Allah yang senantiasa berada di sisiku. Dia tidak pernah membiarkanku terjatuh ke jurang yang dalam itu. Mungkin sesekali Dia pernah mengejutkanku, menyadarkanku bahwa aku masih tetap harus berjalan meskipun masih dengan kerikil ini. Dia selalu mengingatkanku bahwa di ujung jalan ini ada mata air yang bisa menyelamatkan banyak orang di tempatku sekarang.

Selama berada disini aku semakin memegang perkataan bahwa dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Ada hikmah dibalik setiap kejadian. Sehebat-hebatnya penulis skenario, Allah lah yang terbaik dan terhebat. Jalan cerita yang ditulis-Nya selalu tidak pernah bisa diduga.

Aku pernah berada di posisi dimana aku merasa rendah, dimana aku bagaikan seseorang yang mengemis belas kasihan dari orang lain. Posisi roda yang sedang di bawah yang berusaha sekuat tenaga untuk bisa berada di atas lagi. Sebenarnya aku sedikit malu mengakui ini. Permasalahanku dengan uang belum pernah ada habisnya. Disaat uang belum bisa menjadi temanku.

Aku mengadu kesana kemari, berharap mereka bisa membantuku. Semua kepahitan itu dimulai di akhir tahun 2015. Saat itu aku baru-baru saja pindah ke Augsburg. Di kota ini aku akan melanjutkan hariku untuk mencapai kesuksesan. Aku tinggal bersama seorang ibu dan anak yang juga berkebangsaan Indonesia. Sebut saja dia Bu Rara. Awalnya aku ingin tinggal di asrama kampus, tapi sayangnya aku tidak kebagian tempat. Semua kamar sudah penuh. Untungnya ada seorang teman yang mengenalkanku dengan Bu Rara. Aku menyewa kamar anaknya yang tidak dipakai lagi. Kamarnya memang tidak luas, tapi cukuplah bagiku. Jika aku tidak menerima penawaran ini, entah dimana aku akan tinggal. Orang Indonesia yang disini juga tidak banyak. Merekalah orang pertama yang aku kenal.

Di awal tahun 2016 aku mulai mencari pekerjaan baru. Kerja sambil kuliah adalah sebuah keharusahan bagiku sekarang. Sudah dua tahun ini aku tidak lagi dikirimi uang oleh orangtuaku. Bukan hanya karena mereka yang tidak mungkin lagi bisa mengirim, tapi sekalipun ada, aku juga menolaknya. Lebih baik mereka gunakan saja itu untuk keperluan disana atau untuk adik-adikku. Bukannya belagu atau gimana, tapi kalaupun mereka mengirim, nilainya tidak akan tinggi disini. Maklum saja karena bedanya mata uang yang kita pakai.

Mencari pekerjaan di kota Augsburg ini juga tidak mudah ternyata. Dengan sisa gaji kerja full time di musim panas tahun 2015, aku coba sehemat mungkin hingga cukup dipakai sampai bulan Februari 2016. Aku tetap terus mencari pekerjaan. Sudah berpuluh-puluh email aku kirimkan. Tetapi masih dengan jawaban penolakan dan bahkan tanpa jawaban sama sekali.

Beberapa hari setelah itu aku mendapat jawaban dari klinik kesehatan. Disana aku mendaftar sebagai mahasiswa yang membantu perawat. Sebenarnya aku juga kurang yakin kalau aku akan diterima. Apalagi aku bukan mahasiswa di bidangnya. Tetapi masih dengan keoptimisan dan semangat, aku tetap mengikuti interview saat itu. Ternyata memang benar. Aku ditolak.

Aku tunggu jawaban dari yang lainnya. Sebulan tidak ada kabar sama sekali. Uang ditabunganku sudah habis. Aku bingung bagaimana caranya aku bisa membayar sewa kamar. Aku juga baru kenal dengan Bu Rara. Oke, aku pinjam dulu uang temanku walau sedikit malu,

Aku tetap mencari pekerjaan, tetapi masih juga belum ada yang diterima. "Bentar lagi awal bulan, gimana nih caranya bisa bayar sewa. Kerjaan aja gak dapat juga sampai sekarang" ucapku. Perlahan aku mencoba menceritakannya kepada Bu Rara. Tentunya perasaan malu masih awet denganku. Untung saja Bu Rara bisa mengerti keadaanku. Tetapi walaupun begitu, aku tidak putus asa untuk mencari pekerjaan.

Awal musim semi aku mendapatkan pekerjaan di gudang paket pos dan DHL. Aku mengikuti interview dan percobaan kerja. Di hari percobaan itu aku bekerja sebaik mungkin dengan harapan besar bisa diterima. Aku tidak mau melewatkan kesempatan ini. Takdir baik berpihak kepadaku. Akupun kerja disana tetapi tidak lama, hanya 2 bulan saja, Mereka tidak mau mempekerjakanku lagi dengan alasan pekerjaan itu terlalu berat untukku. Memang kalau aku boleh jujur lagi, pekerjaan itu memang bukan untuk seorang gadis berbadan kecil sepertiku. Disana aku harus mengangkat paket-paket dengan berat maksimal 35 kg dan meletakannya ke atas conveyor belt. Aku bekerja kurang lebih 6 jam per hari dan selama 3 kali per minggu. Terbayang bukan seberapa lelahnya itu? Ditambah lagi halte bus yang jauh dari gudangnya. Aku harus berjalan kira-kira 2 km untuk bisa kesana. Aku tidak sedih dengan pemberhentian ini. Aku pikir ini bukti sayang Allah kepadaku. Dia tidak ingin membiarkanku bekerja seberat itu. Cukup sudah waktu 2 bulan untuk pekerjaan berat itu. Hikmah yang bisa aku ambil. Dengan gaji dari kerjaku yang 2 bulan itu, aku mencoba melunasi sisa sewa kamar sebelumnya.

Pekerjaan sudah hilang, saatnya mencari pekerjaan baru. Saat itu aku berpikir, aku akan kerjakan pekerjaan apapun selagi itu halal. Semua pekerjaan aku daftar, tidak peduli itu jenis pekerjaanya apa. Aku mendaftar sebagai office girl dan pengantar koran. Memang gajinya kecil, tapi setidaknya bisa aku gunakan untuk kebutuhanku disini.

Hina sekali rasanya bekerja sebagai office girl di sebuah kantor pengiklanan dan website. Aku merasa sebagai pembantu, walaupun itu memang pembantu sih kalau diartikan ke bahasa Indonesia. Aku harus membersihkan setiap ruangan disana, membereskan dapur, mengepel lantai dan membersihkan toilet. Sedih rasanya hati ini, disaat aku harus mengerjakan pekerjaan seperti ini. Menangis? Untuk apa aku harus menangis. Aku seharusnya bersyukur karena Allah masih memberikan rezeki untukku.

Tidak lama setelah itu, aku juga bekerja sebagai pengantar koran. Setiap sabtu pagi aku mengantarkan koran ke tetangga-tetangga sekitar rumah. Dua pekerjaan telah aku dapatkan. Jumat aku bekerja sebagai office girl dan Sabtu sebagai pengantar koran. Tidak ada elitenya sama sekali.

Semua tidak cukup sampai disitu. Aku juga mendapatkan pekerjaan baru di salah satu gudang elektronik. Disana aku bekerja membantu mempacking barang-barang pesanan orang. Pekerjaannya tidak berat, hanya saja memang harus berdiri selama 6 jam. Aku bekerja di hari Sabtu.

Rezeki berlipat yang diberikan Allah untukku setelah pemberhentian di gudang paket itu. Aku sekarang mengerti, kenapa dulunya aku berhenti, Itu semua karena Allah sudah menyiapkan pekerjaan yang lebih baik dibanding sebelumnya. Sekarang sudah ada tiga pekerjaan yang aku lakoni. Jumat bersih-bersih di kantor, Sabtu pagi hingga siang di gudang elektronik dan sorenya mengantarkan koran ke tetangga. Rasa capek memang sering datang, terlebih di hari Sabtu. Sepulang kerja harus kerja lagi, Itulah perjuangan.

Aku bekerja juga hanya 2 bulan, karena sebentar lagi musim panas kembali datang. Seperti biasa, saat musim panas, aku bekerja di pabrik coklat yang ada di Aachen. Disana aku bisa bekerja full time 8 jam per hari. Tentu gajinya bakalan lebih tinggi. Aku berhenti dari pekerjaan office girl dan pengantar koran. Untuk pekerjaan di gudang elektronik, aku lebih memilih izin kerja dan menceritakan permasalahanku yang sebenarnya ke Manager. Untungnya dia mengerti dengan posisiku. Aku diberikan izin dan boleh bekerja kembali setelah liburan musim panas.

Di Aachen aku bekerja kurang lebih 2,5 bulan lamanya. Terbayang bukan seberapa banyak Euro yang sudah aku kumpulkan? Sayangnya itu semua bukan untukku. 75% gajiku habis untuk membayar tunggakan sewa kamar. Sisanya yang 25% akan aku gunakan untuk kebutuhanku di semester depan, setelah liburan musim panas ini berakhir.

Sayangnya semua diluar ekspektasi dan harapan. Ada sedikit permasalahan yang terjadi. Sampai-sampai kedua orangtuaku memberikan penawaran agar aku balik saja ke Indonesia dan belajar disana. Aku menolak dan selalu menolak. Mama menelfonku, aku angkat dan mencoba berkata semua baik-baik saja. Seperti biasa, aku selalu menyembunyikan itu darinya. Aku tidak ingin menyusahkan mama papa dan membuat mereka khawatir. Tetapi hati tidak bisa menolak, baru saja disaat mama berkata "Yaudah, kalau gitu mau gimana? Pulang sajalah ke Indonesia lagi.". Aku merasa sakit, sesak di hati setelah mendengar perkataan itu. Air mataku mulai menetes, membasahi bantal tempatku bersandar. Aku mulai terisak, karena begitu sesaknya. Mama memanggilku, tetapi aku tidak bisa menjawab. Dengan menyesal aku matikan telfon itu. Aku kirimkan pesan singkat bahwa aku tidak mau pulang dan akan tetap berjuang disini. Walaupun demikian mereka tetap memberikanku waktu untuk berpikir.

Aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi aku masih ingin disini. Di sisi lain aku juga kasihan dengan mereka. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak fokus kuliah dan akibatnya sakit berminggu. Aku bercerita ke banyak teman dekatku. Jawaban masing-masing mereka berbeda dan ini membuatku semakin bingung. Akhinya dengan berat hati aku memilih pulang, tapi keputusan ini belum aku kasih tahu ke orangtuaku. Aku coba bercerita ke sahabatku yang ada di Jerman. Dari dulu kita sudah melalui suka dan duka bersama di Jerman. Mereka tidak mengizinkanku untuk pulang.

"Untuk apa kamu pulang? Kamu bisa kok Cyn lanjut disini. Masih ada cara lain untuk bisa bertahan." ucap salah seorang dari mereka.

"Iyaa Cyn, kamu itu biasanya kuat loh. Aku aja kagum Cyn, bangga sama kamu. Kerja kayak gitu, gak hanya untuk biaya kamu tapi juga kamu kasih ke keluarga kamu. Terus juga kuliah." tambah yang lainnya.

Perkataan mereka membuatku berpikir ulang. Sampai pada akhirnya aku berencana untuk memilih cuti kuliah saja satu semester. Aku full bekerja dan uangnya akan aku gunakan untuk biayaku semester depan. Tapi siapa sangka ternyata Allah memberikan jalan lain. Dia telah meyiapkan skenario yang tidak aku duga. Aku menemukan pekerjaan baru di Augsburg yang gajinya lebih besar dari gudang elketronik, tempatku bekerja dulu. Aku putuskan bekerja di tempat baruku ini dan kembali meminta izin ke tempatku yang lama.

Aku bekerja shift malam mulai dari pukul 21:45 hingga 06:00 CET pagi hari esoknya. Bekerja 8 jam per hari selama 3 kali seminggu di weekdays dan di hari Sabtu shift pagi dari pukul 07:00 hingga 15:15 CET. Dikarenakan pekerjaan ini yang hanya ada di akhir tahun menjelang natal, aku bekerja sebanyak mungkin untuk mengumpulkan Euro. Mungkin memang terkesan sedikit maruk, tapi cuma dengan ini caranya agar aku bisa bertahan dan membantu kedua orangtuaku. Kadang aku sempat berpikir, betapa tidak adilnya aku dengan tubuhku ini. Aku paksa dia untuk terus bekerja malam, bahkan terkadang pagi atau siangnya masih harus melakukan aktivitas yang lainnya. Aku pernah hampir ketiduran saat bekerja karena saking capeknya. Lucunya lagi sambil berjalanpun aku sempat hampir tertidur. Untuk pertama kalinya seperti itu. Memang benar capek, tapi satu hal yang aku pikir disaat perasaan itu datang, aku tidak akan lemah dan tetap kuat. "Elah Cyn capek apanya, kemaren ini kamu juga bilang gitu, tapi tetep aja kan bisa kerja sampai jam 6" ucapku memberi semangat kepada diri sendiri.

Begitulah sedikit perjuanganku disini, yang sampai sekarang aku masih belum bisa bangga akan hal itu. Aku merasa belum ada yang pantas aku banggakan karena aku belum menjadi orang yang sukses. Tetapi seorang sahabat berkata "Cyn seharusnya kamu bangga loh sama diri kamu sendiri. Aku aja bangga sama kamu Cyn. Aku gak nyangka kamu sekuat ini. Kamu kerja sambil kuliah, dan ini kerja malam loh, gak hanya sehari. Aku aja yang kerja di hari biasa sehari aja capek banget Cyn. Kamu seharusnya bisa mengapresiasikan diri kamu. Ditambah lagi dengan keadaan kamu yang selalu ditekan untuk tamat tepat waktu dan mendapatkan nilai tinggi. Kalu itu aku Cyn, aku gak akan sekuat kamu."

"Iyaloh Cyn, dan sekarang kamu udah menemukan dunia barumu sebagai penyiar. Kamu yang enjoy banget disana dan bisa menghilangkan stress kamu disini. Awalnya aku gak begitu yakin loh saat kamu bilang kamu akan jadi penyiar. Tapi sekarang kamu buktiin itu. Makanya nih aku gak akan ragu sama semangat kamu. Aku ingat saat kamu bilang, tunggu aja novelku keluar. Aku yakin suatu saat nanti itu semua bakalan terwujud" tambahnya.

Perkataannya itu membuatku terdiam, mungkin memang sepantasnya aku bangga dengan diriku ini. Dia yang masih bisa aku ajak kerja sama untuk bertarung melewati jalanan berliku ini. Begitulah teman, satu hal yang masih membuatku kadang sesak. Saat perjuanganku seperti ini, tapi mama masih mengingatkan aku untuk tamat tepat waktu dan nilai tinggi. Tentu saja harapan orangtua seperti itu, Pastinya dia ingin melihatku sukses. Insyaa Allah perjuanganku tidak akan pernah berhenti. Malah sebaliknya, dia yang mengajarkanku untuk selalu semangat dan optimis. Siapa yang tahu bahwa dibalik kesulitan itu, ternyata ada jalan lain yang telah disiapkan Allah untukku.

Inilah kisahku di tahun 2016. Selamat datang tahun 2017.


Dunia Baru Cerita Baru

Musim dingin kali ini sedikit berbeda. Dinginnya tak begitu menusuk tubuh. Bulan Desember sebagai penghujung tahun menyimpan satu cerita menarik penuh tawa. Siapa yang tahu, bahwasanya cahaya bintang masih terlihat mesti kabut tebal dikedinginan malam. Siapa yang tahu bahwasanya bunga masih bisa mekar diantara timbunan salju.

Dunia memang menarik. Dia menyimpan banyak kejutan disetiap likunya. Kali ini aku mencoba mencari duniaku yang baru. Dunia yang bisa menghilangkan rasa penatku. Sebuah tempat dimana aku bisa merasa nyaman dan bebas berekspresi. Aku ingin keluar sebentar dari jeruji gelap ini. Aku bosan dengan hal monoton yang selama ini aku punya.

Tersadar seorang teman memperkenalkan aku dengannya. Tempat yang mungkin saja tepat untukku. Awalnya aku sedikit tak yakin dengan ajakannya ini. Aku sedikit takut dan kurang percaya diri. Ini sungguh sangat baru untukku.

Lama berpikir, akhirnya aku putuskan untuk menerima ajakannya. Ada banyak pilihan kunci masuk saat itu. Aku pilih satu yang menurutku cocok denganku. Aku persiapkan segala keperluan dan aku kumpulkan rasa percaya diri di hatiku. Berharap aku bisa diterima dengan baik disana.

Berjalan mengikuti alur yang telah ada. Disetiap langkah aku berdoa agar aku sampai di akhir yang indah. Segala rintangan dan halangan aku lewati semaksimal mungkin. Masih dengan tekad yang kuat aku berjalan langkah demi langkah.

Dari kejauhan aku bisa melihatnya. Dunia penuh tawa yang bisa menghibur sepinya hariku. “Sedikit lagi, aku pasti bisa meraihnya,“ ucapku. Aku terus berjalan dan berjalan.

Sampailah aku di depan gerbang yang sangat besar. Di depannya ada tiga orang yang menunggu. Mereka terlihat baik dan ramah. Dengan senyum mereka menyambutku. Tetapi sayangnya tidak segampang itu aku bisa masuk kesana. Masing-masing mereka memberiku pertanyaan. Dengan pedenya aku jawab semua pertanyaan itu. Tetapi sayangnya aku harus menunggu selama dua puluh empat jam keputusan dari mereka.

Di depan gerbang itu aku menunggu. Tersadar matahari menyilaukan mata. Aku terbangun ternyata hari sudah siang. Aku mulai membuka mata dan terlihatlah sebuah kotak kecil warna warni. Diatasnya tertulis jelas namaku. Dengan penasaran aku membukanya. Ternyata itu adalah sebuah kunci emas pembuka gerbang.

Betapa bahagianya aku saat itu. Akhirnya setelah perjalanan panjang ini aku diterima untuk bergabung dengan mereka.

Perlahan aku mulai masuk kesana. Satu persatu aku bertemu dan menyapa penghuninya. Aku disambut baik. Mereka sungguh ramah dan penuh canda. Aku perkenalkan diriku dan begitu pula dengan mereka. “Selamat datang di tempat kami,“ ucap mereka kepadaku. „Semoga betah ya disini, tetap semangat!“ lanjut mereka.

Seketika aku merasa seperti ada hal baru yang mengagetkanku. Suara tawa selalu terdengar disana. Betapa beruntungnya aku bisa menjadi bagian dari mereka. Banyak sosok manusia yang aku temui disana. Lengkap dengan berbagai sifat dan karakter. Perlahan aku mulai akrab. Aku mulai banyak bercerita dan bercanda.

Dari kejauhan aku melihat sesosok pria yang terlihat biasa saja. Belum terlalu banyak bicara denganku. Sekali melihatnya malah membuatku penasaran dan ingin tahu lebih banyak.

Hari terus berganti. Sudah hampir dua minggu aku disana. Tapi rasanya sudah begitu dekat, walaupun belum dengan semuanya. Bagaimana kabarnya pria tadi? Kami sudah mulai bercerita banyak. Bercanda, tertawa dan saling menceritakan kisah masing-masing. Dia menarik, tapi ketertarikan ini membuatku sedikit takut. Apa jadinya nanti kalau perasaan ini melebihi batas wajar. Aku berharap ini hanya imajinasiku belaka. Mungkin ini karena aku yang masih baru dan menikmati semuanya. Yang jelas sekarang biarkan saja semuanya berlalu sebagaimana semestinya. Kita lihat saja bagaimana Dia mengaturnya.


Jerman Dunia Baruku

Berkuliah ke luar negeri, hal yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Sebuah mimpi yang ternyata dikabulkan oleh Sang Pencipta. Namaku Cynthia Utami, anak pertama dari lima orang bersaudara. Takdir yang baik mengantarkanku ke Jerman. Salah satu negara dambaan setiapa student yang ingin melanjutkan program studinya.

Kenapa banyak orang yang ingin berkuliah ke Jerman? Apakah Jerman memang seindah itu, tempat menjanjikan untuk kehidupan di masa depan? Tapi ternyata banyak hal yang tidak kita tahu.

Bukan hanya mereka yang pintar yang bisa bertahan disini. Kepintaran saja tidaklah cukup untuk berkuliah disini. Banyak rintangan yang harus kita lalui sebelum mendapatkan titel mahasiswa. Setelah menjadi mahasiswa itulah awal perjuangan kita yang sesungguhnya.

Setelah tamat SMA aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Jerman. Dua bulan sebelum keberangkatan aku mengikuti program intensiv kursus bahasa Jerman. Syarat visa yang mengharuskan ku mempunyai kemampuan bahasa minimal A1.

Awal September 2013, untuk pertama kalinya aku menginjakan kakiku di Eropa, dan itu di Jerman. Rasanya masih seperti mimpi. Tapi mulai saat itu, Jerman telah menjadi duniaku.

Tiga bulan lamanya aku melanjutkan kursus bahasa di Aachen. Salah satu kota yang mungkin telah banyak dikenal banyak orang di Indonesia kerena bapak Habibie. Benar sekali, kota dimana beliau berkuliah. Setelah mendapatkan bukti kalau aku sudah belajar bahasa Jerman hingga level B1, aku beranikan diri untuk mendaftar Studienkolleg untuk Sommersemester (semester musim panas).

Studienkolleg yang mungkin kita kenal dengan pra kuliah atau sekolah penyetaraan adalah hal wajib yang dilakukan oleh mahasiswa asing. Disini kita belajar selama satu tahun sesuai dengan arah jurusan kita nantinya. Terdapat T-Kurs (untuk bidang teknik), M-Kurs (untuk bidang kedokteran), G-Kurs (untuk seni, politik, hukum) dan W-Kurs (untuk bisnis, ekonomi).
Sebelum masuk Studienkolleg, kita harus mengikuti ujian penerimaan dulu. Sayangnya cuma sedikit Studienkolleg negeri yang ada di Jerman dan letaknya kebanyakan bukan di kota besar. Karena jumlah pendaftar yang tak sebanding dengan kuota yang diberikan, maka persaingan juga semakin ketat. Bahkan teman kita sendiripun adalah saingan kita.

Dari lima lamaran yang aku kirim ke setiap Studienkolleg yang buka di Sommersemester, hanya satu undangan test yang aku dapatkan. Kala itu aku hanya bisa berdoa sebanyak-banyaknya, karena aku tau peluang untuk masuk hanyalah sedikit. Kenapa? Mereka hanya menawarkan satu kelas per kursus dan untuk tiap kelasnya hanya bisa diisi dengan enam orang mahasiswa Indonesia. Saat itu mungkin ada ratusan peserta ujian dan peserta terbanyak berasal dari Indonesia. Terbayang sendirik bukan bagaimana sulitnya itu?

Tak lama setelah ujian, dalam selang waktu tiga hari, pengumuman siapa yang lulus pun tercantum di website resmi Studienkolleg tersebut. Saat itu aku hanya mendapatkan kursi di Vorkurs. Aku harus belajar bahasa Jerman dulu selama satu semester sebelum masuk T-Kurs, karena dari awal ke Jerman aku berkeinginan untuk kuliah teknik dengan jurusan design pesawat, jurusan yang berhubungan dengan pesawatlah.

Di Vorkurs ini aku harus lulus dengan nilai yang telah ditetapkan supaya aku tidak perlu mengikuti test penerimaan lagi. Sayangnya aku terbentur di matematika. Nilaiku kurang sedikit lagi. Aku sudah mendaftar ke Studienkolleg di kota lain, tetapi sayangnya belum bertakdir baik. Dengan keinginan kuat untuk tetap berkuliah disini, aku putuskan untuk pindah jurusan yang tidak ada matematikanya supaya aman. Akhirnya aku pindah ke G-Kurs yang nantinya aku akan berkuliah di jurusan media dan komunikasi.

Setelah satu tahun belajar di Studienkolleg Halle dan lulus ujian akhir, saya mendaftar ke 10 universitas yang ada di Jerman. Dari 10 lamaran, ada 6 undangan yang saya dapatkan. Setelah itu saya putuskan untuk kuliah di kota Augsburg dengan jurusan media dan komunikasi.

Semuanya mungkin terlihat lancar saja, tapi semua itu tak semudah membalikan telapak tangan. Banyak hal silih berganti yang bisa saja mengurangi semangat kita.

Semua urusan kita urus sendiri. Tentu saja sendiri, namanya juga tinggal sendiri tanpa keluarga, tanpa ibu dan ayah yang selama ini selalu ada untuk kita. Mulai dari mengerjakan pekerjaan rumah sendiri seperti memasak, menyuci, belanja bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari, pengurusan izin tinggal ke kantor imigrasi, mencari rumah, pindahan dan tentunya permasalahan visa.

Bagi kami mahasiswa luar, visa adalah ancaman terbesar, bisa dibilang lanjut atau tidaknya kita di Jerman bisa bergantung pada orang imigrasi. Tidak cukup syarat, bisa saja kita dipulangkan ke kampung halaman.

Belum lagi dengan masalah financial. Sebagai mahasiswa aku telah banyak melakukan pekerjaan paruh waktu. Ini semua aku lakukan untuk bisa tetap bertahan disini. Ternyata untuk bisa bekerja disini juga tidaklah gampang. Awalnya aku akui kalau gengsi sempat hadir, tapi lama kelamaan aku berpikir untuk apa seperti itu. Disini hal biasa kok mahasiswa bekerja.

Saking susahnya untuk mendapatkan pekerjaan, aku rela melakukan apa saja asalkan itu halal. Aku pernah bekerja di pabrik coklat, pabrik biskuit, pabrik makanan pesawat, lopel koran bahkan office girl sekalipun. Dengan gaji yang aku dapatkan, aku bisa tetap bertahan disini walau tanpa kiriman dari orangtua ku lagi.

Kini Jerman telah menjadi dunia baruku. Banyak hal yang dia ajarkan padaku. Mulai dari urusan dunia hingga akhiratku. Disini aku lebih mengenal agamaku, lebih mencari tau agamaku dan lebih menyadarkanku.

Kita merasa kehilangan disaat kita telah jauh darinya. Aku lebih menghargai setiap waktu dan pertemuan, karena disini aku merasa rugi kenapa dulu aku tidak menghabiskan banyak waktuku dengan keluarga. Aku lebih mencari Islam karena disini dia sangat langka. Aku lebih menghargai uang, karena sekarang aku tau betapa sulitnya kedua orangtua ku bekerja untuk membahagiakan aku dan saudaraku.


Jika orang bertanya apakah aku menyesal kuliah di Jerman, maka dengan pedenya aku menjawab tidak. Walaupun aku lebih banyak membutuhkan waktu untuk lulus, telat dari teman-teman di Indonesia, tapi aku mendapatkan pelajaran hidup berharga yang bisa saja tidak aku dapatkan jika aku tidak merantau.

How lucky I am being a part of them

I am not really alone. Sebenarnya kita memang tidak sendiri. Kita punya Allah yang tidak pernah tidur, selalu bersama kita dan mendengar setiap perkataan meskipun yang hanya terbesit di dalam hati.

Weekend itu saya dan keluarga indonesia lainnya rekreasi ke Forggensee, salah satu danau yang ada di daerah Bayern, kurang lebih 1,5 jam perjalanan dari Augsburg. Rekreasi kali ini juga bertemakan Halal Bihalal setelah ramadhan yang masih bernuansa lebaran.

Dalam perjalanan kali ini saya pergi dengan om Luqman dan uni Titin. Mereka bisa dikatakan orang Indonesia pertama yang tinggal di Augsburg. Sudah bertahun-tahun tinggal disini dan pastinya sudah mengenal seluk beluk daerah sini. Sepanjang perjalanan kita bercerita banyak hal, berbagi pengalaman dan dari sana bisa mengambil banyak pelajaran, wawasan, untuk hal yang lebih baik lagi kedepannya. Mereka berdua adalah sosok yang ramah, baik hati dan humoris, terlebih om Luqman yang selalu memecahkan suasana dengan berbagai macam gurauannya.

Sesampai di danau, kami langsung mencari tempat untuk beristirahat, membentang tikar dan makan siang. Hari itu cerah sekali, matahari bersinar terang dan angin sepoi berhembus. Setelah selesai makan siang, aku dan tante-tante yang lainnya pergi berkeliling danau, sedangkan yang lainnya ada yang berenang. Sayang sekali saat itu aku tidak bisa berenang karena tidak membawa pakaian ganti.

Danaunya sungguh indah sekali, luas dan airnya yang jernih yang bisa memanjakan mata. Di tepian danau lainnya juga terlihat deretan perbukitan. Dari kejauhan juga terlihat kastil Neuschwanstein. Kastil dari abad ke-19 dan merupakan salah satu kastil terkenal yang ada di Eropa.

selamat makan :D

background seperti di Sumbar




Setelah puas berkeliling danau kita kembali ke tempat semula untuk istirahat menikmati pemandangan. Tak berapa lama setelah itu aku mengadakan sebuah kuis kecil-kecilan yang tujuan utamanya adalah untuk adik-adik. Kuis kali ini tentang kisah sahabat nabi Abu Bakar Ash Shiddiq danUmar Bin Khattab. Sebelum kuis dimulai, aku bacakan sedikit cerita tentang beliau. Setelah itu mereka adik-adik dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok mendapatkan tugas yang sama, yaitu mengelompokan info apa saja yang berhubungan dengan Abu Bakar dan Umar. 

adik-adik dengerin kakak bercerita dulu yaa

Ternyata daya tangkap mereka cepat juga. Mereka bisa menyelasaikan kuis ini dengan cepat dan penuh kegembiraan. Setiap permainan pasti hanya ada satu pemenang dan yang menjadi pemenang kali ini adalah Danang dan Farhan yang hanya beda selisih 1 poin dengan Putri dan Fira.

congrats yaa untuk kalian

Setelah kuis selesai kita mulai berkemas untuk pulang. Tapi sebelum pulang ke rumah, ternyata aku diajak untuk mengunjungi tempat rekreasi lainnya yaitu Hohen Peißenberg. Sebuah tempat ibarat puncak, dimana kita bisa melihat panorama dari ketinggian. Darisana terlihat pegunungan Alpen yang berjejer.


Eid Mubarak 1437H

Kumandang adzan maghrib mulai terdengar, ya seperti biasanya kumandang adzan dari sebuah app yang aku install di HP. Hari ini hari terakhir berpuasa dan seperti hari-hari biasa tak ada yang spesial dengan buka puasa hari ini, sendiri tanpa sanak saudara, tanpa hidangan yang tersuguh lengkap dari A-Z dan tanpa tawa pelengkap selama menikmatinya.

Akhiri puasa hari ini dengan makanan yang sangat sederhana. Nasi putih dengen goreng ayam dan ditambah sambal terasi sebagai pelengkap, dan selalu menjadi teman setia, secangkir teh manis hangat dan beberapa kurma.

Hari ini tak ada ubahnya. Biasanya setelah berbuka gema takbir selalu bersahutan, jalanan ramai, pawai obor dan bahkan ada yang bermain kembang api. Tapi itu semua tak kurasakan disini. Selama tiga tahun sudah aku hidup di benua biru dan selama itu juga aku merindu. 

Selesai berbuka aku langsung ke kamar dan menyegerakan sholat maghrib. Tak lama setelah itu, ku ambil iPad yang terletak di kasur, buka YouTube dan kudengar gema takbir darisana. Setiap kata yang terucap, setiap suara yang terdengar mengingatkanku akan suasana takbiran diluar sana. Tempat aku menghabiskan masa kecil dan remaja ku, sebelum memutuskan untuk meninggalkannya.

Perih rasanya, sakit teriris. Hendak hati ingin berada disana, tapi apalah daya belum diizinkan. Tak ingin berlarut dalam suasan pilu ini, ku kuatkan hati agar air mata ini tidak berlinang. Sudahlah ini bukan kali pertama aku merasakannya. 

Eid Mubarak 1437H. SElamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan bathin. Di pagi yang buta aku bangun, menyiapkan diri untuk melaksanakan sholat hari raya. Kali ini aku pergi ke München bersama tante Ida dan keluarga. Mereka salah satu keluarga indonesia yang menetap di Augsburg. Disini aku mengenal banyak keluarga baru (seperti yang sudah aku ceritakan sebelumya di blog ku jika kalian membaca hehe). Kami berangkat barengan yang lainnya juga. Kurang lebih menghabiskan waktu 2 jam perjalanan karena macet. Di perjalanan aku kembali teringat dengan suasana hangatnya keluargaku, dulu saat kita juga bersama pergi ke masjid atau lapangan guna melaksanakan sholat. 

Di München, kita akan sholat di sebuah tempat dimana biasanya masyarakat Indonesia sholat. Disana muslim Indonesia berkumpul dan setelah sholat kami makan bersama. Ada penampilan dari beberapa adik-adik TPA juga. Rasanya tenang dan bahagia biasa berada disana.




I'm so happy today
Setelah itu kami mengunjungi Münchener Eid 2016, salah satu acara di München yang dilaksanakan pada hari raya. Di acara tersebut semua umat Islam dari berbagai belahan dunia berkumpul. Berbagai acara dan bazar juga terselenggara disana. Damainya hati bisa melihat semua ini.

Tak lama disana akhirnya kami pergi ke Bal (eits ini bukan pulau Bali yaa hehe :D). Ini adalah salah satu toko Indonesia yang ada di München. Berbagai produk makanan Indonesia ada disini. Jadi kalau kita kange cemilan indo bisa dibeli disini.

Sudah mulai sore, saatnya pulang ke Augsburg. Selama perjalanan pulang aku hanya tertidur, mungki karena sudah kecapekan. Sebelum diantar pulang ke kosan, ternyata diajakin makan dulu ke Uludag, restoran turki. Makan malam disana bersama mereka sebagai penutup lebaranan hari ini.

Ya Allah terimakasih atas semua nikmat ini. Aku pikir lebaran kali ini bakal seperti biasanya, ternyata tahun ini sungguh berbeda. Terimakasih sudah mempertemukan aku dengan mereka. Walaun aku jauh di rantau tapi aku masih bisa merasakan kehangatan keluarga.

orangtua kedua ketiga keempat dst.


Second Family in Augsburg

Augsburg bisa dibilang kota ketigaku di Jerman. Kota tempat aku melanjutkan pengejaran impianku. Disini aku menjadi salah satu mahasiswi media dan komunikasi di Universitas Augsburg. Sebenernya dulu aku mendapat lebih dari lima undangan dari universitas, tapi pilihanku jatuh kepada Augsburg, walaupun dulu aku pernah mendengar habwa orang indonya cuma sedikit yang tinggal disana, bahkan mereka bilang cuma tiga orang. Degdegan sih dapat kabar kayak gitu, tapi aku tetap memilih Augsburg.

Awal Perkenalan Kami

Setelah dua bulan disini, tanpa sengaja aku bertemu seorang gadis di kereta dan ternyata dia orang Indonesia. "Orang indo ya?" tanya dia kepadaku, aku mejawab "Iya, orang indo juga ya?". Kocak yaa, udah jelas ngomong pake bahasa indo, masih aja tetep nanya "orang indo ya" hahaha. Gadis itu bernama Putri, siswa disalah satu sekolah yang ada di Augsburg, mungkin setara dengan SMP kalau di Indonesia. Saat itu kita gak bisa ngobrol banyak, tapi untungnya sempet tukeran kontak. Sejak saat itulah, aku banyak berkenalan dengan orang Indonesia, terlebih keluarga Indonesia.

Awalnya aku berkenalan dengan keluarganya om Atin dan tante Vitri. Aku bertemu dengan tante Vitri tanpa sengaja di jalan. Waktu itu beliau habis ngejemput anaknya yang cowok dari sekolahan dan ternyata kita itu tetanggaan. Rumah kita gak terpisah jauh. Sayangnya kita juga gak bisa ngobrol lama. Aku ditawarkan untuk ikut TPA bareng adek-adek yang lainnya setiap Jumat. Kebetulan aku juga lagi mencari pengajian Indonesia di Augsburg, untuk nambah ilmu agama hehe.

Tante Vitri dan keluarga sungguh orang-orang yang baik, ramah dan perhatian. Aku juga sering main ke tempat mereka. Kalu ada pengajian di hari Jumat, kita berangkat dan pulangnya juga barengan dan aku selalu diantar sampai ke rumah. Mereka juga sering ngajakin aku jalan-jalan, mengenal Augsburg dan daerah lainnya. Alhamdulillah, terimakasih ya Allah, aku bisa merasakan hangatnya keluarga lagi disini, meskipun aku tak bersama keluargaku. Mereka sudah aku anggap seperti keluarga sendiri, tempat aku bercerita dan menghilangkan kesuntukan kuliah dan problema lainnya. Mereka sangat perhatian denganku, tentang kuliah dan kerjaanku. Aku juga dekat dengan anak-anak mereka, yaitu Putri dan terlebih dengan Akmal. Kita sering main bareng. Betapa beruntungnya aku karena aku bisa berkenalan dengan mereka. Kadang saat kita lagi di mobil, aku jadi keinget dengan mama, papa dan adik-adiku di rumah. Keinget saat kita di mobil dan papa yang nyetir. Sudah lama aku gak merasakan atmosfer ini.

Bareng Akmal di Inningen

TPA Augsburg

TPA Augsburg atau yang lebih dikenal Pena Augsburg (Pengajian Anak Augsburg). Disini aku banyak mengenal keluarga Indonesia yang lainnya. Belajar mengaji bersama bareng tante-tante dan anak-anak mereka. Alhamdulillah disini aku juga bisa berbagi ilmu dan diberikan tanggung jawab untuk membimbing Akmal. Setiap Jumat kita berkumpul dan mengaji bersama dan tentunya juga menikmati makanan Indonesia hasil tangan tante-tante ini yang mengobati rasa kangen dengan masakan Indonesia. 
Foto bareng adek-adek Pena Augsburg (minus Akmal)

Grillen am Kuhsee

Musim panas mulai datang dan kebiasaan di musim panas itu adalah BBQan. Hari itu kita BBQan di tepian Kuhsee. Untuk pertama kalinya aku BBQ disini dan itu benar-benar menyenangkan. Berkumpul bersama keluarga Indonesia, makan dan bermain bersama. Kita masak sate ayam, sate kambing, ikan bakar, kambing bakar dan cemilan khas Indonesia lainnya. Pengalaman yang sangat berharga. 






Bukber di Uludag

Di hari ke-13 Ramadhan kita mengadakan buka bersama di salah satu restoran Turki di Augsburg. Selain makanannya yang halal, rasanya juga mantep banget dan porsinya banyak. Ketemu lagi dengan mereka, tertawa dan bercerita. Hari itu juga hari yang menyedihkan untuk mereka semua, karena salah seorang teman bahkan sudah bisa dikatakan keluarga, akan kembali ke tanah air. Memang perpisahan itu hal yang sangat memberatkan. Setiap orang tak suka dengan perpisahan. Tapi walau bagaimanapun, perpisahan itu pasti ada. Disini aku juga bertemu dengan orang-orang hebat seperti mereka. Bekerja disini pastinya sebuah kebanggaan dan kehebatan yang sangat luar biasa, yang belum tentu banyak orang bisa mendapatkannya. 






Dan ini beberapa foto aku bareng Akmal (lagi)


Disini aku juga bertemu dengan seorang nenek, mamanya tante Vitri yang berkesempatan bisa berkunjung ke Jerman. Beliau baik banget, ramah dan suka bercanda. Kalau kita jalan, kita selalu pegangan. Rasanya udah kayak nenek beneran. Doa dari beliau yang selalu diucapnya bila bersamaku "selalu tawakal, apapun mita saja ke Allah, semoga berjodoh dengan orang sini" hehe. Gak ragu-ragu kasih nasehat, peluk aku dan ngelus aku. Makasih nenek, setidaknya bila bersamamu rasa rindu dengan nenek yang di Padang bisa sedikit terobati.



Sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari mereka. Banyak pengalaman dan pelajaran yang bisa diambil. Terimakasih Allah karena telah mengirimku ke Augsburg ini.

Ramadhan di Benua Biru

Marhaban Yaa Ramadhan. Selamat datang bulan penuh berkah yang sangat dinantikan oleh umat Islam diseluruh penjuru dunia. Dinantikan dengan suka cita dengan banyak hal dan kegiatan yang hanya kita temukan selama Ramadhan. Apa sih yang kalian tunggu di Ramadhan kali ini?

Kali ini aku ingin berbagi sedikit cerita tentang pengalamanku ber-Ramadhan di benua biru ini.

Tak terasa sudah tiga tahun aku menjalani kehidupan di perantauan. Hidup seorang diri, melakukan dan mengurus semua kehidupan sendiri dan tentunya Ramadhan kali ini juga bakalan sendiri. Yaa memang bisa dibilang sudah terbiasa sendiri dalam kesendirian haha.

Aku teringat dengan banyak hal di bulan yang mulia ini. Aku rindu akan suasananya dan tentunya kehadiran keluarga pelengkap hidup. Dibangunkan sahur oleh mama disaat aku sedang tidur dengan pulasnya yang bahkan bisa membuat mama dan papa emosian di pagi buta hehe. Atau pernah gak sih kalian sekeluarga sama-sama gak sahur dan keesokan paginya setelah bangun tidur, kalimat pertama yang terucap ,,yaah ketiduran" atau ,,yaah mama gak sahur?".

Oiya menu berbuka puasa dan sahur yang bedanya pake banget haha. Kalau sahur cuma seadanya kadang cuma makan mie, soalnya gak nafsu makan juga karena ngantuk. Kalau udah imsak, siap-siap pergi ke masjid untuk sholat subuh berjamaah, apalagi untuk aku yang tinggalnya di Padang, ada pesantren ramadhan. Setelah subuhan di masjid ada beberapa di antara kita yang lanjut pesantren, ada yang asmara subuh atau pulang ke rumah untuk lanjut tidur lagi.

Setiap sorenya setelah sholat ashar biasanya siap-siap untuk ngabuburit. Biasanya pergi sama papa, jalan-jalan sore pake motor, jajan takjil menu berbuka puasa. Kalau bicara soal ngabuburit, ini ngingetin aku ke tahun 2004 saat aku pertama kalinya mencoba puasa sehari penuh dan itu puasa hari pertama. Saat itu aku benar-benar kecapekan dan ketiduran lama banget sampe menjelang sore. Wajah aku lemes dan pucat. Kala itu papa gak tega banget ngeliat aku, terus ngajakin ngabuburit pake motor sampe bedug maghrib, beliin apa aja yang aku mau untuk berbuka nanti. Akhirnya untuk pertama kalinya aku full puasa sehari penuh. Setelah berbuka rasanya senang banget.

Tapi disini semuanya benar-benar berbeda. Aku rindu suasana ramadhan itu. Aku rindu keluargaku. Disini sahur dan berbukanya sendiri dan menunya juga gak berbeda, seperti makanan sehari-hari juga, gak ada takjil. Gak ada pasar takjil yang biasa terlihat saat ngabuburit.

Puasa disini juga berlangsung lebih lama dibandingkan di Indonesia. Kira-kira setiap harinya disini 19 jam karena bertepatan dengan musim panas dengan siang yang sangat lama. Oiya biasanya kalau mau sahur gak ada tuh yang namanya suara garin masjid ngebangunin sahur, sahuuur sahuuur sahuuur sahuuur. 

Disaat malam datang, setelah berbuka puasa, gak ada suasana keramean masjid yang biasanya di dekat masjid anak-anak pada nongkrong untuk duduk-duduk, bercerita dan jajan cemilan khas ramadhan seperti es salak, mie sakura, sate dan kerupuk kuah. Dan satu hal yang gak pernah ketinggalan dari suasana ramadhan yaitu suara petasan dimana-mana dan pastinya diikuti teriakan emak-emak karena suaranya yang begitu keras dan mengganggu.

Setelah selesai taraweh dari masjid biasanya di rumah ngelanjutin makan takjil sambil duduk depan TV menikmati acara spesial ramadhan bersama keluarga. Oh ramadhan, kapan lagi aku bisa merasakan nuansa itu bersama keluargaku. Papa..kapan kita ngabuburit bareng lagi? Kapan lagi dengerin suara mama saat ngebangunin sahur? Dan pastinya isengin adek-adek untuk ngebangunin mereka.

Dan tak lupa, kumandang takbir menjelang Idul Fitri, yang hanya bisaku dengar via YouTube, kita sholat Id bareng di lapangan, setelah itu makan ketupat dan bagi-bagi THR. Semoga suatu saat nanti, kita bisa merasakan kebersamaan itu lagi.

Kalau Sudah Waktunya, Pasti Kita Bertemu

Kita tak mungkin mengenal malam tanpa adanya siang. Kita tak tahu itu terang, tanpa berkenal dengan gelap. Tak akan merasa panas jika tak bersentuhan dengan api. Layaknya perpisahan, tak akan pernah bisa dipisahkan dengan pertemuan.

Setiap waktu menyimpan keindahan yang berbeda, mempunyai alur cerita berbeda, layaknya jalanan yang penuh dengan belokan. Semuanya tergantung kepada kita. Jalanan mana yang kita lalui, belokan mana yang kita pilih.

Kala itu, kita sempat berada di jalan yang sama. Tapi ketika kita bertemu di perempatan jalan, kita terhenti sejenak, berfikir menentukan pilihan. Ke arah manakah kita selanjutnya? Setiap pilihan mempunyai rintangan, penawaran dan tujuan yang berbeda.

Sebesar apapun usaha kita untuk tetap bersama, belum tentu semua terwujud sesuai ekspektasi kita. Kita masih memilih jalan yang sama saat itu dengan tujuan akhir yang masih sama. Tapi sayang, takdir berkata lain. Kamu tak diizinkan menempuh jalan itu. Baru saja kita sama-sama melangkah, tetapi kamu harus berbelok arah. Bukan karen keinginanmu, tapi keadaan yang mengharuskan kita menempuh jalan berbeda.

Sejak saat itu, tak lagi ku dengar kabar darimu, bagaiman keadaanmu, apa yang kamu temui dan lihat sepanjang perjalanan. Kita masih di tempat yang sama, cuma dengan jalan yang berbeda. Semakin hari semakin kita menempuh jalan itu, berharap kita bertemu di persimpangan, tapi jarak semakin jauh. Jalan kita semakin tauh terpisah.

Dalam lima tahun kita benar-benar berpisah. Satupun kata tak terdengar dari mulutmu, tak lagi bisa melihat senyummu dan tak lagi bisa mendengar semua keluh kesahmu.

Tanpa kita sadari, selama lima tahun waktu berputar, tanpa disadari kita kembali bertemu, tapi kali ini dengan dunia yang berbeda. Dunia yang penuh dengan kepalsuan, yang penuh kebohongan tapi itu tak berlaku untuk kita. Setelah lima tahun, akhirnya kita mulai berbicara lagi, saling bertukar cerita.

Semua memang penuh kejutan. Tak pernah terbayang sebelumnya, kita bisa bercengkrama kembali. Bahkan kedekatan kita kali ini, lebih daripada sebelumnya, bahkan mungkin lebih jika dibandingkan dengan mereka yang berada di dunia yang sama. 

Kita terpisah oleh waktu, yap karena waktu kita sekarang berbeda. Kita terpisah oleh jarak, yap benar sekali. Jarak kita berjuta-juta kilometer, bukan lagi beda kota, pulau tapi benua. Kita berada di dua belahan bumi yang berbeda. Malam dan siangpun kita berbeda, tapi setiap harinya kita masih bersama. Ya bersama yang benar-benar bukan bersama. Bersama hanya di dunia maya. 

Hari ini kamu mengirimkan sebuah tulisan yang sangat menyentuh ku. Membuatku seketika hening dan berharap kapan kita berada di dunia nyata?

Darimu partner sejatiku. Senin, 02 Mei 2016
,, Aku menunggu hari itu. Tanpa harus memikirkan waktu, tanpa harus ada batasan waktu, aku duduk disampingmu, mendengarkan segala cerita yang kamu alami, keluh kesahmu disana tanpa kita bertatapan muka.
Menunggu dimana kita tidak punya batasan jarak karena jaringan HP, HP lowbat, kuliah dan paket mati. Namun kita duduk berdua. Aku melihat kamu dan kamu melihat aku tanpa harus ada alat yang membantu kita.
Dan tidak ada batasan perbedaan waktu, kita membuka dan menutup mata secara bersamaan.
Menunggu dimana saat matahari menyelinap masuk kedalam jendela dan aku terbangun ternyata engkau sekarang ada disampingku dengan muka polosmu yang biasanya selama ini hanya kulihat dihp, bahwa kamu sudah bangun.
Dan aku menunggu sarapan bersama. Aku melihat kamu dan kamu melihat aku.
Dan aku menunggu waktu dimana aku melintasi jalan yang selama ini kamu lalui dan kamu tempuh menuju cita-cita kamu dan jalan yang selama ini hanya kudengarkan darimu namun sekarang kita bersama-sama menjalaninya, dijalan yang sama."

Dan untukmu partner sejatiku:
,,Aku juga menunggu hari itu. Hari dimana kita berada di tempat yang sama, kita berpapasan langsung, saling bertatap muka dan satu reaksi yang terpancar, senyummu yang nyata, bukan lagi sekedar foto yang biasanya kita bagi. Kita berlari, kamu memeluk ku dan aku juga memeluk kamu. Kita berteriak dengan girangnya. Berjalan, menuju sebuah tempat yang sangat tenang. Saling bercerita, menceritakan pengalaman masing-masing. Menceritakan apa yang selama ini belum bisa diungkapkan, karena memang benar tak semuanya bisa terungkap di dunia yang tak nyata ini. Betapa rindunya aku, betapa aku ingin berada di dekatmu disaat aku tertawa dan menangis, Tak cukup hanya dengan kata-kata, tak lagi saling memandangi layar."


Kenapa lebih memeilih marah dan cekcok jika tawa dan kasih sayang itu lebih indah?

Kali ini aku ingin bercerita sebuah kisah nyata dari orang yang sudah ku kenal dekat. Cerita tentang perasaan yang mengganjal di hatinya, yang tak akan pernah bisa terlontarkan.

Kenapa lebih memilih marah jika tawa itu lebih indah?
Kenapa lebih memilih cekcok jika itu akan membuat kita jauh?
Kenpa gengsi untuk melontarkan maaf dan sayang padahal itu bisa membuat kita semakin dekat?

Dia, seorang anak yang terlahir di keluarga yang harmonis, tapi pada hakekatnya belum sangat harmonis. Diantara mereka anggota keluarga masih terdapat dinding transparan yang memisahkan. Padahal mereka saling tau, saling melihat, tapi seolah-olah tidak melihatnya,

Kata orang, cekcok dalam rumah tangga itu ibarat "bumbu" pelengkap. Tapi menurutku itu bukanlah pelengkap, tapi malah pemisah. Kenapa harus membeli "bumbu" itu padahal mereka tau rasanya tak enak?

Dulu, dulu sekali, saat dia masih kecil, dia sering mendengar ucapan tak enak, dimana kedua belah pihak (re:orangtua) berantem, kadang hanya dengan masalah sepele. Saat itu dia tak bisa banyak bicara, dia hanya mendengar, bertingkah lebih hati-hati, karena jika salah sedikit saja, yaa kemarahan juga akan terlontar kepadanya. Sebagai anak dia hanya bersikap diam, tak berani bicara banyak, mengatakan perasaan yang sesungguhnya.

Semakin hari anak ini semakin tumbuh dewasa. Dikala remaja, cekcok yang dulunya ada tak lagi terdengar. Sungguh keadaan yang sudah lama dinantikan. Kehidupan keluarga yang semakin membaik ditambah lagi karena ekonomi yang juga membaik.

Tapi masih ada sesekali keadaan tidak enak itu datang, tapi tak berlangsung lama dan menakutkan. Ini lebih permasalahan dia dengan ibunya. Dari kecil dia adalah anak yang berprestasi, tak jarang kedua orangtuanya menaruh harapan besar kepadanya. Tapi terkadang dia merasa, harapan itu malah membuatnya takut dan memikul beban yang semakin hari semakin berat, tak berani melangkah jauh karena takut salah, salah yang berujunag pada kemarahan.

Setiap saat dia dituntut untuk menjadi yang terdepan. Tuntutan? Yaa kali ini hal itu menjadi tuntutan, bukan hanya sekedar harapan lagi. Disaat semua tak sesuai dengan harapan dia si pengharap, itu bisa menjadi bencana buruk baginya. Merusak segalanya.

Dia punya ketakutan dengan nilai. Aneh bukan? Disaat teman-temannya berkata bahwa nilai itu bukan apa-apa, disaat orang lain berkata bahwa nilai tinggi, juara bukanlah sebuah keharusan untuk anak mereka, disaat itulah bathinnya berkata, "kapan orangtua ku seperti ini?".

Sampai kapan keadaan ini tetap awet?
Apa mereka tak mengingat anak-anak mereka?
Ini sangat berpengaruh untuk si anak. Sampai kapanpun kejadian itu tak akan pernah hilang dalam ingatan mereka, Sampai kapanpun pasti ada sedikit ingatan yang tetap tertancap di otaknya.

Dan satu lagi, jangan sampai dengan kejadian ini si anak malah bersikap yang tidak semestinya.

@SMPNINE10

Siang itu, di kamar, layaknya gadis-gadis yang tak ada kerjaan, tiduran di kasur dan tak lupa HP pastinya di tangan. Utak atik HP, cek social media, mulai dari BBM, Line, Instagram, Path dan tak lupa Facebook. Yaa semenjak aku disini, Facebook kembali aku gunakan, yang mungkin di daerahku dia tak lagi menjadi social media favorite kawula muda.

Entah kenapa saat itu aku penasaran, grup-grup apa ajasih yang ada di Fb ku, sekalian mau ngerapiinnya juga, keluar dari grup yang tak jelas dan merapikan list pertemanan. Sampailah aku pada pilihan grup ALUMNI SMP 9 PDG 2009/2010. Penasaran dengan grup alumni, akhirnya aku ngescroll sampai ke bawah ngeliatin dan ngebaca setiap postingan yang pernah kita post beberapa tahun lalu. Satu persatu postingan tersebut aku baca, ketawa sendiri, ngakak sendiri dan seketika aku terdiam. Di dalam hati aku berkata, "Sungguh banyak kenangan kita. Sungguh indah saat-saat kita bersama dulu. Kapan yaa kita bisa kumpul lengkap dan tertawa bareng lagi?". Pertanyaan itu memunculkan keinginan untuk mengadakan reuni angkatan. Tapi tak hanya itu sih yang memunculkan ide tersebut, melainkan ketika aku membaca setiap postingan teman-teman yang nanya "Kapan kumpul?", "Gak ada reuni nih?", dsb. ditambah lagi dengan comment "ayuuk" atau "angkatan kita gak kompak" atau "percuma aja ajak ngumpul, karena gak ada yang ngurus", dll. Aku bertanya di dalam hati, "Kenapa yaa reuni gak pernah jadi? Mereka yang benar-benar gak mau atau emang karena gak ada yang mau mengurusnya?". Otomatis aku penasaran dong alasannya apa. Yaudah inisiatif posting di grup yang udah lama gak ada postingan tertera disana dan selama ini jadi tempat promosi Pin BBM yang minta diinvite. 

Awalnya aku post di halaman grup, nanya ke mereka gimana kalu kita ngadain reuni, setuju atau enggaknya. Alhasil seperti layaknya grup yang bisa dibilang udah lama "gak aktif", postingan aku cuma diread dan dilike. Okay, cara ini gak berhasil. Aku masih belum menemukan jawaban dari pertanyaanku tadi. Selanjutnya coba cara lain. Aku putuskan untuk menghubungi mereka satu persatu. Aku cek setiap profil mereka, kirim pesan ke mereka, tanyain pendapat mereka. Kali ini aku chat mereka seolah-olah kita sangat dekat. Sapa nama mereka, nanyain pendapat mereka langsung, seolah-olah mereka orang terdekatku, bukan chat yang umum.

Alhamdulillah dari setiap jawaban yang aku dapat, semuanya memberikan respon negatif dan sekaligus pertanyaan terlontar kepadaku, seperti "Bisa aja sih cyn, tapi kita kan gak punya semua kontak mereka", "Mungkin aja cyn, tapi kita harus cari dan kumpulin kontak teman-teman dulu soalnya udah lama kan kita gak komunikasi", dan banyak lagi. Dengan jawaban seperti itu, aku ngerasa tertantang dan PD. Dalam hati aku berkata, "Okay, kontak yang belum terkumpul. Bisalah aku cari satu-satu. Pasti bisa, tinggal cek anggota grup, bbm, line, instagram dan social media lainnya".

Setelah menjelajahi setiap social media yang aku punya, bahkan melihat setiap pertemanan teman-temanku, mana tau ada tambahan disana yang mungkin belum berteman denganku di social media, Alhamdulillah kurang lebih 100 kontak sudah terkumpul lagi. Seneng banget rasanya saat itu. Setiap hari list teman-teman dulu semakin bertambah. Di pikiranku sudah terbayang betapa indahnya reuni nanti, ketemu mereka, kita berbaur lagi.

Asiknya lagi karena ada diantara mereka yang ingin membantuku, karena gak mungkin aku sendiri yang melakukannya. Akhirnya kita bentuk kepanitiaan yang terdiri dari Penanggung Jawab per kelas, dimulai dari 9.1 sampai 9.7. Dengan bantuan mereka, aku meminta tolong agar mereka mengumpulkan kontak-kontak teman sekelas mereka dulu.

Karena saat itu aku masih berada di Jerman, aku gak bisa dong ikutan rapat dan gak mungkin kalau rapat ketika aku udah di Padang, waktunya gak akan cukup. Aku minta tolong ke mereka untuk rapat dulu sebelum aku sampai di Padang. Darisini aku kirimkan konsep reuni yang aku punya dan giliran mereka yang disana untuk menambahkan konsep tersebut. Aku ingin reuni kali ini kita semua berbaur, gak terpisah-pisah karena kelas atau semacamnya. Oleh karena itu aku ingin kita mengadakan game disaat reuni. Beberapa kali rapat, konsep kita semakin matang dan respon dari teman-teman angkatan gak ada yang negatif. 

Hari pertama nyampe di Padang, di malam harinya, aku bertemu dan berkumpul dengan mereka, teman-teman panitia. Setelah sekian lama, akhirnya kita bertemu juga. Saat itu kita semua masih kelihatan canggung, masih belum menemukan feelnya, maklumlah udah lama. Semakin hari semakin ketemu dan lumayan makin dekat. Tapi ada satu kendala yang kadang membuat kita ragu dengan acara ini, sukses atau enggaknya. Iyuran reuni tak kunjung terkumpul, padahal sebentar lagi hari-H. Malam itu, di hari terakhir pengumpulan dana, kita membagi tugas untuk menjemput iyuran tersebut ke rumah teman-teman. Kita bagi team, wilayah mana saja dan siapa saja yang menjemputnya dan hari itu masih suasana lebaran, pastinya setiap mampir dikasih minum dan kue lebaran dulu hahaha. Saat itu tak hanya untuk menjemput dana reuni, tapi juga silaturahmi.

Kita bekerja keras untuk membuat reuni ini sukses. Di hari-H saat kita bertemu dan berkumpul lagi, aku sangat bahagia bisa melihat mereka. Senyum mereka, tawa mereka. Hari itu aku puas banget karena acara kita sukses. Salah satu kenangan terindah yang aku dapatkan saat berlibur ke Padang dan itu membuatku akan selalu mengadakan reuni, walau tanpa aku.

*Terkadang aku heran sih dengan diriku sendiri. Kenapa gitu mau ngumpulin kontak temen yang banyak, susah-susah mencarinya, sibuk-sibuk sendiri dan bahkan membuat rekap data alumni. Aneh sih kadang, entahlah aku sendiri juga gak tau kenapa. Yang jelas aku senang aja ngelakuinnya dan pengen suatu saat nanti kita semua seangkatan benar-benar bisa ngumpu lengkap. Bagi teman-teman yang baca tulisanku ini, yang merasa bagian dari kita, yuuk kita kumpul lagi, comment disini atau hubungi aku yaa supaya dimasukan ke grup lagi :)



Aachen - Augsburg - Salzburg - Halle - Kassel

Libur telah tiba
Libur telah tiba
Hatiku gembiraaaaaa

Yup udah lama banget gue nunggu momen ini. Bukan nunggu liburnya sih, tapi nunggu waktu dimana gue bisa ketemu dan ngumpul lagi bareng temen-temen gue. Actually they are not only my friends, but my sisters. Love you guys!

AACHEN

Kali ini gue bareng Shahi mau nyusul Fio ke Aachen. Jauh hari kita udah mutusin buat ke Aachen dulu sih. Tapiiii karena gue yang plinplan dan masih labil buat mutusinnya, akhirnya Fio berangkat lebih awal ke Aachen. Tujuan utama kita ke Aachen itu sih sebenernya buat ngumpulin harta karun yang berceceran, alias kerja haha. 

Gue tinggal di Augsburg (Bayern), itu bagian Selatannya Jerman, sedangkan Aachen itu terletak di Jerman bagian Barat. Itu jaraknya, buset dah, jauh bener. Naik kereta aja tuh ngabisin waktu kira 10 jam. Kebayang gak sih lo capeknya gue duduk, sendirian pula, tambah ngenes kan. 

But wait, gak sengenes itu kok. Untungnya gue bisa pergi barengan sama Shahi. Yaa walaupun sebelumnya gue harus jemput dia ke Kassel dulu, karena kita beda kota. Songong banget yaa ngejemput. Soalnya kita pake Schönes Wochenende Ticket. Pastinya buat dapat tiket murah haha, mumpung lagi weekend. Itu tiket bisa digunain buat seluruh Jerman, terserah mau kemana aja, mulai jam 00:00  sampai 03:00 pagi. Lumayan banget kan.

Oh my god, rasanya tu yaa pas gue ketemu dia, alias Shahi, seneng bangeeet. Kita langsung pelukan, ketawa, teriak gak jelas. Satu per satu rasa kangen gue terobati. 

                                                ini foto gue bareng Shahi waktu di kereta

Seminggu di Aachen rasanya bentar banget, mumpung lagi liburan gue bareng yang lain mutusin buat jalan-jalan ke Augsburg, kota tempat gue menetap. Sebenernya mereka juga udah ngerencanain sih buat ke Augsburg. Tapi kemaren itu sempat bingung. Seandainya Elvi juga ikutan ke Aachen, berarti kita cukup di Aachen aja temu kangennya, mungkin jalan-jalan ke Amsterdam aja, lumayan dekat. Tapi dikarenakan Elvi gak bisa ikutan, akhirnya kita ke Augsburg aja. Lumayan juga bisa pake Schönes Wochenende Ticket lagi, soalnya weekend. 

Sebelum ke Augsburg, kita ketemuan dulu sama Elvi di Würzburg sekalian jemput dia juga. Gue, Shahi dan Fio nyampe duluan di Würzburg, karena keretanya Elvi ada keterlambatan. Kira-kira 1 jam kita nungguin Elvi disana, sekalian bungkusin kado buat Elvi juga disana. Untung aja Elvi datangnya telat, lumayan kita bisa bungkus kado dulu hehe.

Kado selesai, Elvi juga udah datang, perjalanan kita lanjutkan. 

***

AUGSBURG

Tak lama kemudian kita sampai di Augsburg. Udah malem banget dan capek, kita putusin buat langsung ke rumah aja. Jalan-jalan keliling kota Augsburg dilanjutkan esok hari.

Pagipun datang, biasa lagi libur, kita cewek-cewek masih menikmati tidur, apalagi winter gini. Ketika hari mulai siang, kita keluar dari rumah dan mulailah bersenang-senang menikmati kota Augsburg.

Perjalanan pertama kami dimulai dengan mengunjungi City Gallery. Itu sih mall yang ada di Augsburg. Muter-muter keliling mall, nemu all you can eat, shushi pula, langsung deh diserbu haha. Lumayan bisa makan sepuasnya. Sebenernya inti kita milih makan beginian sih buat nikmatin sea food juga.


Perut udah kenyang, tenaga udah full lagi buat jalan. Yuuk kita ke Zentrum sekalian ngeliat Christ Kindlesmarkt. Gak beli apa-apa sih, cuma liat-liat doang.




lucu banget kan

Keesokan harinya kita berangkat ke Salzburg. Salzburg merupakan salah satu kota di Austria yang jaraknya cuma 2-3 jam dari Augsburg. Mumpung dekat tuh dan kita juga bisa makai Bayernticket, kenapa enggak. Saatnya mengunjungi negara tetangga.

SALZBURG

Kotanya cantik banget, apalagi ini kota kelahirannya Mozart. You know what? Ini perjalanan pertama kita ke negara orang tanpa guide. Dulu sih ke Maastricht Belanda masih ada senior yang ngedampingin, nah sekarang, beneran jadi turis. Tanpa berpikir panjang kita mutusin buat ke pusat kotanya dulu. Darisana kita keliling sampai ke Festung Hohensalzburg. Darisana kita bisa menikmati keindahan kota Salzburg. Tapi sayangnya perjalanan gak kita lanjutin, ternyata bayar bro buat masuk kesana haha. Tapi tak apa, di setengah perjalanan menuju Schloss, kita masih bisa menikmatinya kok.



Festung Hohensalzburg


Alte Brücke


sedia bekal sebelum lapar




Setelah puas berjalan-jalan di Salzburg, saatnya pulang. Sebelum masuk kereta ternyata Pasport dicek dulu. Fio sama Shahi ternyata kelupaan bawa Pass, untung aja bapaknya baik, ngebolehin kita tetep masuk kereta dengan modal kartu mahasiswa. Awalnya kita bingung sih kenapa dicek segala, gak kazak biasanya. Oh iya kan udah beda negara, pantesan ckck.

Plannya sih mau ke München, tapi karena udah malem banget, kita langsung ke Augsburg aja.

***
Disuatu malam kita asik bercerita, mengingat cerita lama. Sembari bercerita rasa kangen ini muncul. Rasanya pengen banget ketemu dan kumpul bareng teman-teman sesumbar dulu. Pengen tau kabar mereka, bercerita dan tertawa bersama.

Jeng jeng jeng..... Idepun bermunculan. Akhirnya kita berempat memutuskan bagaimana kalau kita temu kangen aja, mumpung lagi libur. 

Respon yang kami dapat juga alhamdulillah baik. Akhirnya kita putuskan Kassel sebagai destinasi selanjutnya.

Tapiiii sebelum Kassel yuk mampir dulu ke Halle 

HALLE (SAALE)

Kadang yang mendadak itu lebih asik!
Beneran deh kali ini beneran mendadak banget. Lo bayangin aja, bangun tidur udah siang banget. Waktu udah bangun, langsung cerita-cerita.

     Eh kita ke Halle dulu aja yuk, ke tempat Fio.
     Yuk yuuuk kan Halle - Kassel gak jauh.
     Kapan nih ke Halle?
     Sekarang aja yuuuuk
     What?! Sekarang banget?
     Iyaaa sekarang aja
     Coba cek Verbindung deh
     Ada nih nyampe nya jam 10 
     Yaudah yuuk cabut sekarang

Jeng jeeeeng. Kita siap-siap, packing barang, langsung cabut. 
Bayangin aja, dalam 15 menit lagi kereta bakal berangkat dan kita masih di rumah. Otomatis gak bakal keburu kan. But we didn't care. Kita tetap jalan keluar, bawa koper masing-masing, jalan super cepat menuju stasiun.

We did it! Keburu sih udah lari-lari, pas banget di detik terakhir kita nyampe di depan pintu kereta, tapiii tiba-tiba kita bingung, naik apa enggak, soalnya belum beli tiket. Kan mampus kalau ada pemeriksaan, dendanya banyak banget bro, gak kuaaat. Lagi pangling gitu, yaudah masuk aja, ntar beli tiketnya sama petugas di dalam kereta aja. Baru melangkahkan kaki ke dalam nih, eeh pintunya udah ketutup, gak bisa dibuka lagi, byebye kereta hahaha.

Akhirnya kita cari Verbindung lain dan itu masih lama banget, kira-kira 2 jam lagi. Bosan banget gak sih nunggu di stasiun, apalagi itu bukan Central Trainstationnya, gak ada apa-apa. So, kita mutusin buat ke Central Trainstation dulu. 

Sebelum berangkat gue mutusin buat beli tiket dulu. Ternyata antriannya lama juga, banyak orang yang udah pada berdiri di depan mesin tiketnya. Ada datu ibu-ibu lagi yang berdiri di depan gue, dan disaat yang bersamaan kereta kita juga udah datang. Dari kejauhan temen-temen gue udah teriak, "Buruaaan keretanya udah mau berangkat nih, gak usah beli tiket dulu." Tapi gue tetep aja berdiri disana, lanjutin beli tiket. Finally I got it. Tiket udah ditangan, gue langsung lari, naikin tangga, yup akhirnya bisa juga, untung si bapak mau nungguin kita bentar haha. Dan parahnya lagi, ternyata di dalam kereta yang lagi kita naikin ini ada mesin tiketnya juga. Apesapees hahaha dibawa ketawa aja yaaa.

Perjalanan kita ke Halle bener-bener jauh banget. Kita bakal nyampe disana pukul 00:45. But it's okay, selagi kita masih bersama.
ini kita lagi di kereta

Selama di Halle kita hanya di kamar, gak kemana-mana, soalnya juga lagi natalan, gak ada toko-toko yang buka. Ternyata di tempatnya Fio juga gak banyak bahan makanan. Mau makan apa nih kita? Yaudah makan apa aja yang ada, ulai dari kentang, telur, bihun dan cireng. Itu gak ada nasi sama sekali. Yaa sekali-sekali jadi bule dulu lah, yang gak makan nasi.

Terus WiFi nya lagi ngadat juga, gak bisa ngapa-ngapain. Tapi kita tetep senang. Ngabisin waktu cerita, ketawa dan permainan yang gak bikin bosen Truth or Dare.

Kegiatan kita itu terus selama tiga hari disana.

***

KASSEL

Ini perjalanan terakhir kita, kota tempat Shahi menetap dan disana kita juga bakalan ketemu sama temen-temen Sumbar yang lain.

Tiga hari di Kassel memang sebentar banget. Tapi begitulah karena beberapa orang teman kita bakal ujian akhir.

Seneng banget bisa ketemu mereka lagi, kira-kira udah 1-2 tahun gak ketemu. Rasanya deket banget, namanya juga seminang, pastinya seru banget.

Kebanyakan kegiatan kita sih di rumah Agung. Tapi itu emang keputusan yang tepat, biar waktunya bisa diamnfaatin sebaik mungkin dibanding jalan-jalan keluar, gak ada Qtime nya. 

Hari pertama sampai, kita langsung menuju rumah Agung. Udah malem juga sih kita nyampe disana. Abis makan, cerita bentar, terus main werewolf deh. Semua student disini gak asing lagi dengan permainan ini. Bosen? Yuk main Truth or Dare. Tapi gak bertahan lama sih, soalnya udah subuh haha. Udah jam 5 pagi nih, akhirnya kita yang cewek-cewek pulang, alias ke rumah Shahi. Nunggu pagi dulu yaa baru pulang.

Keesokan harinya kita pergi ke Herkules. Salah satu destinasi wisata kota Kassel. Kita harus mendaki buat sampai kesana, capek banget tapi gak kerasa kok asal kita bareng dan menikmatinya.
 somewhere in Kassel





Agung said: raso ka den bowling se nan cewek-cewek ko
Awalnya udah senyum manis, tapi karena Agung tuh jadi ketawa gitu

Foto Bersama

Ini bener-bener liburan gue. Kalau dulunya saat libur mesti belajar lah, kerja lah, tapi kali ini bisa liburan gaaeess, apalagi bareng kalian. Pengen diulang lagi, ayoo kita ketemu lagi nanti yaa.

Sama-sama semangat belajarnya, biar nanti liburan ketemu lagi. 

Gak tau deh ini beneran apa enggaknya, atau lebay atau baper. Padahal baru di hari itu pisah, malamnya udah skype lagi, beneran langsung kangen. 



Naik dan Turun Gunung Pilatus dengan Total Waktu 13 Jam

Sejak SMA aku suka "pergi ke alam". Entah itu pergi ke gunung, goa atau hanya sekadar menginap di hutan. Tergabung dalam ekskul ...