You Only Know Me, Not My Stories

Sukses, sukses dan sukses. Satu kata yang setiap orang pernah ucapkan, bahkan sering. Sukses sebagai tolak ukur suatu keadaan. "Aku ingin sukses!", "Aku harus sukses!" atau "Kapan yaa aku sukses?". 

Bagimu sukses itu apa? Apakah dengan menjadi orang kaya, harta berlimpah, gelar yang tertulis keren di belakang nama bisa menjadi patokan seseorang itu sukses? 

Aku pernah mendapatkan satu pertanyaan, "Kamu ingin jadi orang yang kaya atau orang yang sukses?" Akupun menjawab, "Aku ingin jadi orang sukses."

Patokan sukses setiap orang itu berbeda-beda, tapi untuk menjadi orang kaya itu jelas kasat mata bisa dinilai. Lihat dari berapa harta yang ia miliki, rumah gedongan hingga kekayaan lainnya. Tapi sukses? Setiap pribadi punya ukurannya sendiri.

Sukses itu, saat dimana kita berhasil melewati satu rintangan, saat dimana kita berhasil mengalahkan ego dan saat dimana kita berhasil menjadi pribadi yang lebih baik lagi. 

Jangan pernah bandingkan dirimu dengan orang lain, karena setiap orang punya ceritanya sendiri. Tapi bandingkanlah dirimu yang sekarang dengan dirimu yang dulu. Apakah lebih baik atau malah sebaliknya?

Banyak orang di luar sana yang mungkin terkesima dengan pencapaianku sekarang, berhasil membawa diri untuk bisa menimba ilmu di luar negeri. Tak segelintir dari mereka yang berucap I'm proud of you! kepadaku. Tapi sahabat, apakah kalian yakin? Apa kalian sudah pantas bangga padaku? Bahkan aku sendiripun belum bisa berbangga pada diriku ini. Apa jadinya nanti kalau misalnya "kumpulan huruf" di belakang nama itu tidak ada atau telat aku raih?

Tidak. Aku tidak pesimis. Aku terlahir untuk kuat dan selama ini aku bisa menghadapinya, dan itulah bentuk kesuksesanku belakangan ini. Survive dan struggle dari setiap keadaan bahkan yang datang secara beruntun dan mendadak. Dan itulah penguatku, motivasiku selama ini. Saat aku berada di titik terpuruk, ada dua kalimat yang selalu aku ingat. 

Pertama, "Oh ayolah Cyn. Kamu bisa dan kamu setrong. Masalah yang dulu aja kamu bisa loh, masa ini enggak," dan yang kedua, "Orang sukses itu gak instant jadi sukses. Pasti mulai dari awal dan banyak kesulitan yang ia hadapi."

Satu lagi, yang kadang bisa menghibur diriku sendiri, imajinasiku. Aku berkata pada diriku sendiri, "Icyn nanti kalau misalnya kamu diundang jadi pembicara ataupun menerbitkan buku tentang kesuksesanmu, yaa mana ada cerita orang yang langsung jadi sukses. Kamu juga akan menceritakan kesulitan dan rintanganmu ini. Anggap aja semua masalah ini penambah halaman-halaman bukumu nanti. Kan gak lucu baru prolog terus langsung tamat."

Disini dan masih disini, aku akan terus berjuang untuk kesuksesan yang aku dambakan. Aku kuat dan tetap akan kuat seberapa banyak rintangan di depan. 

You only know me, not my stories. Cukup kenal aku seperti apa aku sekarang, seperti apa aku di luar. Tidak perlu tau bagaimana jalanku untuk bisa meraih mimpiku. Jangan datang hanya sekedar mencari tahu dan menjadikan bahan perbandingan.

Tuhan, Ada Apa dengan Dia?

Tuhan, aku sudah lama mengenalnya. Aku sudah lama berteman akrab dengannya. Aku tahu dia, sisi luar bahkan sisi dalamnya. Tapi sepertinya sekarang dia mulai berubah, atau mungkin akunya saja yang ternyata belum benar-benar mengenalnya.

Dia yang kukenal dulu ialah dia yang ceria. Setiap harinya selalu dihiasi dengan tawa dan candaan. Guyonannya menciptakan warna baru di lingkungan sekitarnya sehingga menjadi lebih hidup. Tanpanya sepi menggerogoti hati. Tapi sekarang...tawanya tidak begitu jelas kudengar. Apa telingaku saja yang sudah mulai tidak mehiraukannya atau mungkin selama ini keceriannya malah untuk menutupi segala kegelisahannya?

Tuhan, ada apa dengan dia? Selama ini dia yang penuh mimpi tapi sekarang seakan lupa akan mimpi-mimpinya. Kemana dia yang dulu? Dia yang dijuluki manusia berjuta angan. Tidak peduli seberapa mustahil mimpi itu, seberapa banyak orang yang melihat mimpi itu dengan sebelah mata, tapi ia tidak pernah berhenti untuk selalu optimis. Semangatnya kenapa seakan pudar, ikut hilang bagai langit yang mulai mendung pertanda akan hujan. 

Aku rindu sosoknya yang dulu.

Lebaran ke-4 di Tanah Rantau

Flashback 

Gema takbir berkumandang, pertanda hari kemenangan datang. Hari yang dinantikan itu benar-benar datang. Semua umat Islam bersuka cita menyambutnya, merayakannya dengan orang-orang tersayang. Sesungguhnya itu menjadi hari spesial untuk mereka semua. Moment berharga untuk berkumpul dengan keluarga. Perantau pulang ke kampung halaman, bertemu kedua orangtua, sanak saudara, menikmati ketupat (menu wajib lebaran), kue kering bertoples kaca cantik tertata rapi di atas meja. Wajah suka cita terlihat jelas dari raut wajah mereka. Tapi...semua itu pengecualian dulu untuk perantau sepertiku. Oke ini lebaran ke empat tanpa mama, papa, adek, nenek dan semua orang tersayang.

Mulai membiasakan diri dengan keadaan ini. Seperti biasa, suara takbir masih terdengar syahdu dari YouTube. Sebelumnya terasa biasa saja, tapi semakin lama gema takbir itu berkumandang, semakin aku diingatkan dengan masa lalu. Sudahlah, aku tidak ingin berlarut hingga akhirnya rindu ini semakin parah. 

Dengan sengaja aku telfon adeku hari itu juga dan inilah perkapan singkat kami yang sedikit membuat sontak hati

     Adek : Kak, Selvi ada tas baru, baju baru, semuanya baru

     Aku   : Waah enak, untuk kakak ada gak baju baru? Mau juga dong

     Adek : Untuk kakak gak ada. Hahaha. Kakak gak ada teman ya disana? Sendiri?

     Aku   : Iya kakak sendiri aja

     Adek : Kasian kali. Makanya kuliah itu jangan jauh-jauh. Gak dapat baju baru, tas baru, THR. 
                 Gak bisa makan kue mama sama lontong nenek

     Duh adeeek, kok jleb gitu yaa. Sakit menusuk tapi tak berdarah :D

Hari terakhir Ramadhan tahun ini ternyata terasa lebih berat. Sedikit cerita, entah kenapa tiba-tiba saja aku jatuh sakit. Apa ini efek homesick? Tidak, aku tidak sedang merasakannya. Seharian hanya bisa tiduran di kasur sambil menunggu buka puasa. Aku tidak ingin puasa terakhir ini berlalu begitu saja. Meskipun sempat pucat dan muntah, tapi selagi masih kuat kenapa tidak dilanjutkan saja kan? Alhamdulillah puasa full satu bulan :)

Balik lagi ke cerita takbiran. Sembari mendengar takbir, kusibukan diri dengan aktifitas yang bisa melupakanku sejenak dengan kenangan indah itu. Tapi ternyata aku tidak sekuat itu. Aku akui, aku rindu.

Pagi menyapa, alarm kembali terdengar membangunkanku dari tidur. Jujur saat bangun, terasa ada yang aneh, seolah aku lupa kalau hari itu Hari Raya Idul Fitri. Biasanya alarm berbunyi hanya untuk membangunkanku bersiap-siap kuliah. Hingga beberapa detik kemudian, "lah buruan bangun, mandi, dan bersiap untuk sholat ied", ucapku di dalam hati. Pantas saja, biasanya kan dulu ada mama ataupun papa yang membangunkan untuk segera bersiap pergi sholat. 

Tidak lama setelah itu, kuambil HP, kutelfon kedua orangtua dan adek-adek. Meminta maaf kepada mereka dan mendegar sedikit cerita mereka lebaran tahun ini. Tidak lama, hanya 15 menit kurang lebih. Syukurlah kabar baik yang kudengar. Sehat-sehat yaa kalian disana.

Semua terlihat biasa saja bukan? Yaa memang ini bukan untuk pertama kalinya bagiku. Tapi...hati memang tidak bisa bohong yaa. Sepandai apapun aku bersembunyi, hati selalu berkata jujur. Ucapan yang terucap dari ustadz pagi itu, melalui doanya, benar-benar membuat haru, mengingatkanku pada orangtua. Saat beliau berucap bagaimana perjuangan orangtua menyekolahkan kita, memikirkan keadaan kita, menahan malu atas ucapan orang lain, masalah-masalah yang ada di rantau. Semuanya berhasil memecahkan suasana kala itu. Aku menangis. Ok, I was not fine. Berusaha untuk tidak, tapi sepertinya air mata sudah menggedor pintu, ingin keluar. Setelah doa berakhir, kucoba bersikap biasa, keringkan mata, jangan berlarut-larut. "Oiya disini banyak keluarga Indonesia. Bersekolah, berkuliah disini, didampingi keluarga," ucapku dalam hati. Lebaran memang penuh cerita suka, tak heran jika orang-orang ingin berkumpul dengan keluarga mereka, lengkap, tanpa pengecualian sedikitpun. Ok. Kali ini, cepat kelarkan kuliah, supaya bisa bertemu dan berkumpul dengan mereka lagi bahkan bisa membawa mereka ke Jerman, berlibur bersama. Everything's gonna be ok. 

Kado Idul Fitri 1438H


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438H. Mohon maaf lahir dan bathin.

Sudah dulu yaa cerita haru dan sedihnya. Bukannya lagi lebaran? Mending cerita bahagia. 

"Alhamdulillah ada banyak orang yang juga sayang dan perhatian sama Cynthia disana. Gak semua orang dapat kesempatan kayak gitu. Coba aja lihat teman-teman Cynthia," ucapan terakhir mama sebelum mematikan telfon pagi itu. Terimakasih Allah, Engkau pertemukan aku dengan mereka. Bisa mengenal mereka, membuatku tetap merasakan hangatnya keluarga meski aku jauh dengan keluargaku sendiri. Mengenal mereka membuatku merasa tidak sendiri. Mengenal mereka membuatku masih bisa tertawa dan tentunya masih mendapatkan banyak nasehat.

Jadi bagaimana cerita bahagia hari ini?

Selepas sholat ied, kami lebaran bersama, tujuan selanjutnya ialah menikmati es krim di salah satu cafe yang ada di Augsburg. Menempuh perjalanan kurang lebih dua jam untuk bisa kesana, karena kami semua seperti tahun lalu sholat bersama di Munich. Hari itu terasa benar-benar seperti di Indonesia. Mungkin karena banyak warga Indonesia yang berkumpul disana.

Banyak varian menu es krim di cafe itu, ada kue, minuman hangat dan juga dingin. Kali itu aku lebih memilih untuk minum ice coffee, sudah lama tidak minum coffee karena puasa :D Minuman terhidang dengan gelas tinggi, ditambah es krim vanilla di dalamnya, dan tidak lupa juga krim vanilla beserta saus caramel. Menggiurkan bukan?
Ekspresi gitu amat yaa Cyn. Efek sebulan puasa sepertinya HAHA
Es krim selalu terasa nikmat, apalagi di saat summer seperti ini



Keluarga besar Augsburg

Bapak-bapak hebat Augsburg

Ibu-ibu hebat Augsburg dan calon ibu hebat *eh

Sepertinya lebaran kurang seru tanpa jalan-jalan. Walaupun pagi itu sempat turun hujan, tapi siangnya matahari kembali bersinar terang. Tidak lama setelah itu kami pergi ke Auerberg. Tempat yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Daerah perbukitan, melihat panorama, jejeran pegunungan Alpen beserta pemandangan danau. Hanya saja dulu kami menikmati sunset disana. Tapi kali ini menikmati sore nan cerah disana. Udaranya segar walau anginnya terasa dingin. Berlarian di rerumputan hijau, menikmati pemandangan dan indahnya ciptaan Tuhan. Mungkin kalau ada abang tukang bakso bakal jadi lebih seru lagi :D

Dan selalu bermain bareng adek Akmal :)

Setiap hari punya ceritanya masing-masing, dikemas dengan berbagai cerita berbeda. Banyak pelajaran yang bisa diambil dan seharusnya kata syukur selalu terucap.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438H. Mohon maaf lahir dan bathin :)

Pergi untuk Kembali. Menjauh untuk Mendekat.

Teruntuk hati yang telah memilih. Jangan biarkan diri terjebak diantara hitam dan putih


Perihal hati siapa yang tahu? Sampai kapanpun ini tetap menjadi rahasianya dengan Sang Pemilik Hati. Hanya Dia yang setia mendengar dan memberi jawaban. Setiap saat, tanpa hambatan, 24 jam selalu available.

Hati kadang sulit ditebak dan ibarat mata air, sumber dari segala kehidupan. Tempat setiap makhluk hidup bergantung. Sekali ia tercemar, maka semuanya mendapat imbas. Jika ia teracuni, maka ikut sertalah racun itu melukai.

Sebut saja namanya Bintang dan lelaki itu Bulan. Bintang dan Bulan yang saling melengkapi malam. Tidak seperti biasanya. Akhir-akhir ini malam terasa sunyi, langitpun mulai sepi. Biasanya Bulan dan Bintang selalu menjadi teman setia malamku. Mendengar segala curahan hati sebelum aku masuk ke dunia mimpi. Berharap setiap cerita itu bisa mengantarku pada mimpi indah, sebagai hiburan, pelarian dari dunia nyata.

Tidak seperti biasanya. Bulan dan Bintang tidak lagi saling membalas senyum. Mereka tidak lagi muncul bersamaan. Disaat Bulan datang, aku tidak melihat keberadaan Bintang. Disaat Bintang berkelap kelip, Bulan malah kelabu tertutup awan. Aku mulai merasa ada yang aneh. Ada apa dengan malamku? Ada apa dengan mereka? Aku coba mencari jawaban dari setiap pertanyaanku itu, masuk ke dunia mereka, meraba, menguatkan rasa. Dan ternyata, atmosfer langit sedang gundah. Panas dan dingin yang tidak lagi sinkron.

Ada apa dengan mereka? Dulu saat aku belum berteman dekat, memang ada jarak yang memisahkan mereka. Keduanya hanya sibuk dengan diri masing-masing. Tetapi siapa yang tahu, ternyata selama ini mereka saling memendam rasa. Tidak ada yang salah memang dengan rasa. Tapi mungkin lebih tepatnya bagaimana kita mengendalikan rasa itu.

Hingga suatu hari, mereka mulai memotong jarak itu. Perlahan saling mendekati satu sama lain. Mulai menyelami pribadi masing-masing. Siapa sangka, jarak itu mulai tidak terlihat meski sebenarnya dia ada. Keduanya mulai tahu isi hati masing-masing. Walau kadang ungkapan rasa itu selalu melalui konotasi dan perumpamaan.

Bulan dan Bintang ingin selalu bersama. Tapi kali ini mereka mulai menjauh. Sepertinya serpihan meteor mulai menyadarkan mereka. Lalu lalang diantara keduanya hingga jarak kembali muncul membatasi mereka.

Kini keduanya hanya bisa saling memandang. Berharap suatu waktu bisa kembali bersama. Saat dimana jarak tidak ada lagi diantara keduanya. Baginya Bintang, ia masih tetap mengingkan Bulan, karena sampai kapanpun hanya ada satu bulan di langit. Bagi Bulan, ia pun juga sudah memilih satu bintang. Dengan harapan besar, pilihannya ini tidak akan membuatnya kecewa. Mungkin sekarang belum saatnya, tapi tetap baginya, Bulan adalah motivasinya.

Kenapa?

Musim semi benar-benar telah berakhir. Mekarnya bunga-bunga taman kota tidak lagi tampak. Semuanya berganti hijau. Bagaikan padang rumput. Tapi tenang saja, yang setia masih tetap bertahan. Tidak semua bunga berhenti bermekaran. Setiap kelopaknya masih utuh dengan bilangan yang sama. Warnanya juga masih tetap cerah seperti sedia kala. 

Ada yang beda dengan tahun ini. Musim semi yang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kamu pelengkap musim semi tahun ini. Tidak pernah muncul sebelumnya. Tapi berhasil memberi warna baru. 

Musim semi berganti dengan musim panas. Begitulah siklusnya. Matahari mulai setia menampakan rupanya. Setelah sekian lama menghilang. Jauh di angkasa tetapi berhasil menghangatkan siapa saja. Tidak pandang bulu.

Hangat mulai terasa hangat. Hawanya mulai terasa olehku. Hadirmu mulai memberi rasa berbeda. Berusaha aku cermati apa ini nyata adanya. Aku mulai meraba dengan perlahan. Tanpa ada keraguan. 

Hari demi hari berlalu seperti itu. Tidak ada yang mengherankan. Sempat aku terhenti untuk bertanya. Tapi aku yakin itu hanya pertanyaan penguji. Apakah aku harus tetap melangkah atau memilih untuk diam.

Aku teringat akan hari itu. Saat itu aku duduk di satu sampan kecil. Lengkap dengan perbekalan seadanya. Tidak berlebihan dan tidak dibuat-buat. Tidak mau membuatmu berekspektasi tinggi. Biarkan begini adanya. 

Perlahan dayung itu aku kerahkan. Pelan, tidak kencang, karena aku tidak ingin ada ombak besar yang akan merusak. 

Masih berdayung. Tapi seketika seekor lumba-lumba datang menghampiri. Bertanya akan kepastian. Kepastian apa dayung ini tetap diputar hingga ia berakhir di tempatmu? Atau tiba saatnya untuk berbalik arah?

Aku terdiam sejenak. Saat itu tiba-tiba saja turun hujan padahal matahari bersinar cerah. Ucapmu menggetarkan hati ini. Seperti gemuruh langit saat turun hujan. Aku panik bahkan bingung harus bagaimana. Padahal aku sudah meyakinkan diri untuk tetap berlabuh di tempatmu. Tetapi kenapa tiba-tiba saja hujan ini turun?

Berbukalah dengan yang Manis

Ramadhan tiba. Saatnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Menahan diri dari segala godaan hawa nafsu. Menahan diri dari rasa lapar dan haus, tidak makan dan tidak minum, dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan tentunya juga dari perbuatan-perbuatan negatif.

Setiap usaha yang kita lakukan pada akhirnya akan mendapatkan hasil. Memuaskan atau tidaknya itu bergantung pada usaha yang kita berikan. Belajar sungguh-sungguh, mempersiapkan diri jauh hari untuk melaksanakan ujian semester, itu juga bentuk usaha kita untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Belum mendapatkan pekerjaan? Tentunya kita juga mesti berusaha. Cari info dimana saja. Tidak hanya duduk diam menanti. Kalau begitu bagaimana kita bisa mendapatkan kerja, mencarinya saja kita tidak mau. Terus apa hubungannya semua ini dengan puasa?

Saat kita berpuasa, itu juga merupakan usaha kita untuk mendapatkan pahala, ridha Allah dan berkah Ramadhan. Menahan diri dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Setiap hari selama satu bulan penuh. Pada akhirnya kita bertemu dengan Idul Fitri atau Zuckerfest (bahasa Jerman). Zucker artinya gula dan Fest artinya perayaan. Bisa dibilang perayaan yang manis seperti gula. Karena memang Idul Fitri itu adalah sesuatu yang manis dan dipenuhi dengan yang manis-manis.

Tetapi ada yang berbeda di Ramadhan tahun ini. Allah memberikan skenario terbaiknya kepadaku, sahabatku dan orang-orang disekitarku. Awal Ramadhan yang tidak pernah kami duga akan terjadi di perantauan. Setelah empat tahun di Jerman, kami merasakan awal Ramadhan yang penuh dengan rasa kekeluargaan. Mungkian kalian sudah ada yang membaca tulisanku sebelumnya. Cerita awal bagaimana manisnya Ramadhan tahun ini. Bagi yang belum bisa dibaca disini.

Selamat Berbuka Puasa
Augsburg, 27 Mei 2017. Kami semua diundang untuk berbuka puasa bersama di rumah Uni Titin dan Om Luqman. Tidak hanya kami tetapi juga ada Tante Vitri, Om Atin, Putri dan Akmal.

Akmal dan Putri

Fiona, Elvi, Shahi, Akmal dan Icyn
Sekitar 20 menit sebelum waktu adzan maghrib kami tiba di kediaman mereka. Rasa syukur langsung terucap saat melangkahkan kaki ke dalam rumah mereka. Semua makanan sudah terhidang. Rezeki dari Allah. Bukan hanya karena makanan semata. Tapi kebahagian saat itu, atmosfer keluarga saat itu yang kami rindukan. Teringat beberapa tahun yang lalu saat masih berkumpul dengan keluarga. Makanan juga terhidang di meja. Papa, Mama dan adik-adik duduk di kursi masing-masing. 


Apple Pie

Bolu Pandan



Ayam Bakar dan Dendeng

Sate
Alhamdulillah doa kita terkabulkan semua. Seseorang diantara kami tiba-tiba berucap seperti itu. Eh ternyata benar juga. Beberapa hari sebelum sampai di Augsburg, mereka pernah berkata kalau mereka ingin makan tahu isi. Alhamdulillah di hari kedua di Augsburg, saat berkumpul di rumah Tante Vitri, ternyata Uni Titin membawa tahu isi. Beberapa jam sebelum pergi kesana, kami juga berpikiran "kayaknya enak kalau kita piknik bersama". Alhamdulillah di sore harinya, di hari itu juga, kami diajak menikmati keindahan perbukitan yang ada di Bayern, tepatnya di Auerberg. Dan kalian tahu hari ini bagaimana? Di hari pertama Ramadhan kami, ada sate Padang yang terhidang. 

Sate Padang :)
Kami bercerita, tertawa bersama. Doa tidak henti mereka berikan untuk kesuksesan kami. Nasehat dan pelajaran hidup yang bisa kami ambil. 

Ternyata kejutan dari Allah tidak berhenti di hari itu. Beberapa saat sebelum kami pulang. Mereka bertanya rencana kami untuk hari esok bagaimana. Jujur aku ucapkan bahwasanya kami ingin pergi ke Kuhsee, danau yang terletak di kota Augsburg. Sebenarnya hari itu menjelang buka puasa di rumah Uni Titin, kami sudah berencana untuk ngabuburit di Kuhsee. Tapi dipending karena tidak punya banyak waktu lagi. Akhirnya kami duduk santai saja di taman.

Kalian tahu keinginan kami selanjutnya yang terkabul? Kami diajak ke Neuschwanstein Castle. Salah satu objek wisata ternama di Jerman dan terletak di Bayern. Sudah lama kami ingin pergi kesana bersama. Sebelumnya aku pergi ke Neuschwanstein Castle bersama Tante Vitri dan keluarga. Tapi kurang lengkap rasanya jika belum bersama mereka, Fiona, Shahi dan Elvi.

Neuschwanstein Castle
Sebenernya malam itu kami diajak ke danau yang lain selain Kuhsee. Ternyata esok harinya, di sore hari, rencana berubah. Kami diajak pergi mengunjungi Neuschwanstein. Alhamdulillah.

Tunggu cerita selanjutnya tentang Neuschwanstein ya :)



Awal yang Manis di Ramadhan 1438H

Marhaban ya Ramadhan. Bulan penuh rahmat. Bulan yang dirindukan oleh umat Islam, begitupun halnya denganku. Bulan Ramadhan selalu menyimpan banyak cerita. Aku masih ingat bagaimana cerita Ramadhanku dulu saat masih kecil. 

Nostalgia Masa Kecil

Masih jelas teringat olehku bagaimana hari itu untuk pertama kalinya aku bisa berpuasa penuh. Dari shubuh hingga adzan maghrib berkumandang. Bagaimana aku menghabiskan sisa hari berjalan-jalan sore bersama Papa dan adik-adikku.

Sore itu, jam di dinding menunjukan pukul enam sore. Sebentar lagi sirine berbunyi sebagai tanda masuknya waktu berbuka puasa. Setelah itu dilanjutkan dengan ucapan selamat berbuka puasa yang terdengar melalui pengeras suara masjid. Tidak lama. Adzan maghribpun segera berkumandang. Tiap-tiap muadzin dari masjid yang berbeda mulai mengumandangkan adzan. Terdengar seperti sedang sahut-sahutan. 

Aku tertidur di lantai. Tampak letih dan pucat. Mungkin karena itu hari pertamaku mencoba puasa penuh dan itu juga hari pertama di bulan Ramadhan. Orang-orang pernah berkata kalau hari pertama Ramadhan, puasa itu terasa lebih berat. 

Tidak lama papa pun datang, setelah seharian bekerja di kantor. Papa tampak iba melihatku. Mungkin dia tidak tega melihat penampakanku saat itu. Bibir pucat dan kering, tertidur lemas di lantai. Papa pun bertanya, apakah aku masih kuat untuk tetap lanjut berpuasa. Masih sekitar setengah jam lagi. Sayang sekali untuk dibatalkan.

Akhirnya papa mengajakku untuk jalan-jalan sore sambil menunggu bedug maghrib. Kami pergi ke tepi pantai dan tentunya ke pasar takjil. Dia membelikan apapun yang aku mau. Makanan dan minuman sangat menggoda saat itu. Efek berpuasa yang membuatku ingin membeli banyak makanan. 

Setelah itu kami kembali ke rumah. Tampak makanan tertata rapi di lantai. Sebentar lagi waktunya untuk berbuka puasa. Adzan maghrib berkumandang. Aku berhasil melewati hari pertama puasaku. Papa dan mama sangat senang dan begitupun denganku. 

Ramadhan ke-4 di Jerman

Salam dari Augsburg


Berbeda dengan Ramadhan sebelumnya, tahun ini menjadi Ramadhan dengan awal yang sangat manis. Manis seperti taburan gula bubuk di atas roti.

Tahun ini aku dan teman-teman melewati hari pertama Ramadhan bersama-sama. Mereka aku undang datang ke kotaku untuk tarawih perdana, sahur perdana dan tentunya buka puasa perdana bersama. Ini akan menjadi awal cerita yang menarik di bulan penuh rahmat ini.

Pagi mereka berangkat dari kota masing-masing. Itu akan menjadi hari yang melelahkan. Sudah terbayang olehku betapa lelahnya itu. Menempuh perjalanan hingga enam jam dengan kereta dan bus. 

Sesampai mereka disini, langsung kuhidangkan makanan super lezat yang pernah ada. Makanan yang dirindukan dan selalu ada di bulan Ramadhan. Semuanya tampak menikmati rendang yang telah aku masak pagi harinya sebelum kedatangan mereka. Berwarna coklat pekat dan pedas. Rasa capek mereka setidaknya terbayar dengan makanan itu pikirku.

Kami pikir semuanya akan berjalan seperti yang kami rencanakan. Tapi ternyata Allah punya rencana lain. Skenario yang tidak terduga. Kejutan di awal Ramadhan.

Esok harinya aku dan teman-teman menikmati keindahan kota Augsburg. Hari yang cerah, panas dan orang-orang juga tampak menikmati siang itu. Kami berjalan menelusuri tiap gang yang ada di pusat kota Augsburg. Berdiri di depan balai kota dan tentunya juga ada pengabadian moment. Kami berhenti di setiap tempat menarik guna mengambil beberapa foto.

Kemudian aku mengajak mereka untuk mampir ke salah satu toko ice cream dan menikmati lezatnya ice cream disana. Ada banyak varian rasa dan harganya juga tidak mahal. Aku memilih satu skup ice cream rasa vanilla bercampur Nutella dan satu skup lainnya rasa cookies. 

Summer memang waktu yang tepat untu es krim

Kami duduk santai di pinggir jalan yang di sampingnya ada aliran sungai kecil. Airnya jernih tanpa ada sampah sekecil apapun itu. 

Setelah satu jam duduk disana kami bergegas menuju halte tram. Kereta dalam kota yang menjadi salah satu alat transportasi disana. Kami diundang oleh Om Atin dan Tante Vitri sekeluarga untuk mampir ke rumah mereka dan makan disana. Ini merupakan undangan spesial berhubung teman-temanku ada di Augsburg.  

Sesampai disana kami disambut dengan senyum ramah dari mereka. Ada Akmal dan Putri. Mereka adalah putra dan putri dari Om Atin dan Tante Vitri. Keduanya bersekolah disini.

Tidak lama setelah itu Uni Titin dan Om Luqman juga datang. Mereka juga orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Augsburg. Kami semua berkenalan, asyik bercengkrama sambil menyantap makanan Indonesia yang sudah disediakan.

Hari yang luar biasa bagiku dan teman-temanku. Aku senang karena aku bisa membagi kebahagiaan ini bersama mereka. Selama ini aku selalu bercerita bagaimana rasanya aku bertemu dengan keluarga-keluarga ini. Mereka semua orang-orang baik dan sangat perhatian. Akhrinya hari itu teman-temanku juga bisa merasakannya. Banyak makanan terhidang untuk kami. Mulai makanan berat seperti bakso dan lontong kari, hingga cemilan Indonesia seperti tahu isi, risoles dan cemilan lainnya.  

Kurang lebih 2,5 jam kami disana. Tiba-tiba percakapan kami terhenti saat Tante Vitri bertanya "Teman-temannya Icyn sudah kemana saja di Bayern?". Sambil tertawa aku menjawab "Belum kemana-mana tante".

Dengan spontannya Uni Titin langsung mengajak Om Luqman untuk pergi ke suatu tempat di dekat Augsburg. Tempat menarik di ketinggian, di lingkungan perbukitan. Tanpa berpikir panjang Om Luqman langsung mengiyakan, begitu juga Om Atin dan Tante Vitri.  

Kami shock dan tertawa bahagia. Ini benar-benar diluar ekspektasi kami. Ucapan kami terkabulkan. Sebelum ke rumah tante Vitri sempat terucap kalau semua ini bakalan lebih enak kalau kita piknik bersama. Makan di taman. Dan ternyata hal itu terkabulkan. Setelah makan bersama di rumah tante Vitri, kami berangkat ke Auerberg di Allgäu. 



Tempatnya romantis banget, di lingkungan perbukitan. Kami menelusuri jalanan setapak. Melewati sapi-sapi dan rerumputan hijau. Kurang lebih 10 menit kami sampai di tempat yang menjadi tujuan kami. Menikmati panorama dengan langit orange dan jingga. Dari sana tampak jejeran pegunungan Alpen yang tertutupi salju. Keindahan yang luar biasa.

 

Sehabis maghrib kami kembali ke Augsburg. Dan ternyata tidak diantar langsung ke rumah. Kami mampir lagi ke rumah tante Vitri. Tante membekali kami dengan makanan untuk sahur. Semua menu yang tadi sudah kami makan dibungkus dan dibawa pulang untuk makan sahur. Speechless dan haru sama kejadian hari itu. Benar-benar nikmat dari Allah yang tidak pernah diduga.

Sesampai di rumah, kami makin speechless karena ada kado tersembunyi yang sudah disiapkan tantenya. Ada kotak yang terbungkus rapi dengan kertas kado, bertulisan nama kami. 

Inilah awal Ramadhan yang sangat manis. Semoga kebaikan mereka dibalas lebih oleh Allah dan kamipun bersyukur bisa dipertemukan dengan keluarga-keluarga seperti mereka.

Selamat menunaikan ibadah puasa. Mohon maaf lahir dan bathin :)


Tanda Tanya

Sinar mentari menyilaukan mataku. Cahayanya mulai menembus kaca bening persegi kecil yang ada di kamar. Sedikit berat aku mencoba untuk membuka mata. Masih berselimut hangat, tangan kanan ini mencoba meraba ke sisi sebelah kiri. Mengambil benda kecil super canggih yang setia menjadi temanku.

"Ah masih jam  5 pagi", aku memelas.

Satu persatu kubuka notification yang ada di HP. Kebiasaan buruk memang, tapi masih saja aku lakukan.

Masih pagi dan weekend. Waktu yang tepat untuk tetap santai di kasur.

Teng tong. HP-ku bergetar. 

"Paling juga notif group", pikirku.

Ternyata ada direct message di Instagram. Penasaran siapa yang kirim pesan pagi-pagi buta gini, langsung saja kubuka pesannya. Ternyata dari seseorang yang baru-baru ini kufollback.

Awalnya kita tak saling kenal, cuma sekedar tahu. Tapi semenjak saat itu kita bisa dibilang intens untuk saling berkabar. Walau kadang hanya untuk seru-seruan. 

Sampai pada akhirnya tanda tanya itu datang. Ada sesuatu yang janggal menurutku. Aneh tapi nyata. Rindu pada seseorang yang tidak pernah ada sebelumnya. Oke, rindu itu egois. Sesukanya datang pada orang yang tidak pernah terpikirkan. Rindu yang dibatasi oleh jarak dan waktu.

Ini tidak seharusnya terjadi. Mencoba tetap bertahan, meyakinkan bahwa ini hanya sementara. Mungkin aku hanya terjebak di rasa penasaran.

Kring...kring...kring... Weckerku berbunyi. Aku terbangun. 

"Heeh cuma mimpi", ucapku dalam hati. Ternyata tadi aku sempat tertidur lagi. 

Aku mulai beranjak dari kasur. Kurapikan tempat tidur. Kubuka jendela agar ada pergantian udara. Rasanya kamarku sudah mulai pengap.  Udara pagi memang segar saat itu. Apalagi masih musim semi. Dinginnya tidak membuatku menggigil dan panasnya tidak menusuk. Hangat tapi sejuk.

Aku pergi ke dapur mempersiapkan sarapan. Seperti biasa ada dua potong roti ditemani selai coklat yang tidak ada duanya, dan tidak lupa segelas teh hangat. 

Teng tong. HP-ku kali ini benar-benar bergetar. Ternyata itu notification Instagram. Terlihat jelas nama seseorang disana. Seketika aku teringat mimpi pagi itu. Saat dia datang melalu direct messagenya. Kemudian kita menjadi dekat seperti sudah kenal lama.

Hmm apa mimpi itu nyata? Semua masih tanda tanya.

Saat Pertama Aku Mengenalnya

Inilah kelanjutan dari cerita bersambung yang aku dan teman-teman sudah sepakati. Seminggu yang lalu, temanku Elvi telah menulis cerita pertama dan minggu ini tibalah giliranku untuk melanjutkannya. Cerita pertama bisa teman-teman baca di https://elviefriani.wordpress.com/

***

Tepian sungai Rhein, salah satu keindahan kota yang tidak bisa aku pungkiri. Airnya yang bening dan berkaca-kaca akibat pantulan teriknya sinar matahari siang itu, menambah kesan romantis yang hangat. Patutlah banyak orang menikmati harinya dengan duduk-duduk santai di bawah pohon rindang di tepian. Tidak sedikit juga pasangan muda mudi yang ikut serta berperan melanjutkan kisah drama percintaan mereka.

Tidak terasa sudah bejam-jam aku nikmati sudut kota ini dengannya. Lelaki tinggi berambut hitam itu bernama Arlan. Kedatangannya saat itu membuatku sedikit kaget. 

Kali ini langkah kami arahkan menuju DiTiB, sebuah mesjid Turki yang berada di kota Köln. Inilah mesjid terdekat, yang berada tidak jauh dari pusat kota. 

"Mel, kita perlu naik tram gak kesana?", ia bertanya kepadaku.

"Enggak sih Lan, deket kok, cukup jalan kaki aja. Lima belas menitan juga nyampe" jawabku.

"Oalah deket juga, gapapa deh sambil nikmatin sunset, yaa walaupun lebih indah kalau diliat dipinggiran pantai" ucapnya.

Eropa kental sekali dengan arsitektur bangunannya yang klasik. Sembari berjalan menuju mesjid, kami masih bisa menikmati keindahan kota senja itu. Warna jingga bercampur oranye mulai datang menyapa. Keramaian kota ikut perlahan berganti dengan ketenangan. Damai rasanya.

Tiba-tiba aku teringat dengan hari itu, pertemuan pertama kami. Masih jelas terngiang olehku betapa lembut suara itu, saat ia mecoba memanggil namaku untuk pertama kalinya. Penampilannya membuatku berdecub kagum.   

"Hai Melani", ia mulai menyapa.

"Eh iyaa, hai Arlan" balasku.

Kami tidak melalui proses perkenalan formal. Awalnya kita sudah saling tahu, hanya saja tidak pernah menyapa. Paling hanya sebatas berbalas senyum. Itupun bisa dihitung dengan jari.

Di siang itu kami tidak banyak bicara. Auranya masih terkesan kaku. Belum ada bumbu-bumbu tawa yang bisa dibagikan. Penampilannya saat itu membuatku sedikit pangling. Untung saja aku bisa menyembunyikan raut wajahku yang tersipu malu itu. 

Perihal minuman keras itu aku masih belum berani untuk bertanya. Saat aku berkunjung ke rumahnya, botol-botol itu masih menjadi pajangan pelengkap, penghias ruang tamunya. Perkenalan kami yang singkat masih mengurungkan niatku untuk menanyakannya. Aku tidak mau menginggung perasaannya dengan pertanyaan bodoh yang bisa saja membuatnya kesal.

Sedang asyiknya mengingat masa lalu, tiba-tiba saja ada suara yang mengagetkanku. 

"Mel, mau kemana? Nih mesjidnya bukan? teriaknya.

"Eh iyaa, kan ini dia mesjid yang kita cari. Aduh sorry hehe" ucapku malu.

"Hayolo Mel, ketahuan lagi ngelamun. Mikirin gue ya?" ledeknya padaku,

"Apaan sih, yakali mikirin lo. Jangan kepedean" balasku.


Augsburg, 20 Januari 2017

Naik dan Turun Gunung Pilatus dengan Total Waktu 13 Jam

Sejak SMA aku suka "pergi ke alam". Entah itu pergi ke gunung, goa atau hanya sekadar menginap di hutan. Tergabung dalam ekskul ...