Lebaran ke-4 di Tanah Rantau

Flashback 

Gema takbir berkumandang, pertanda hari kemenangan datang. Hari yang dinantikan itu benar-benar datang. Semua umat Islam bersuka cita menyambutnya, merayakannya dengan orang-orang tersayang. Sesungguhnya itu menjadi hari spesial untuk mereka semua. Moment berharga untuk berkumpul dengan keluarga. Perantau pulang ke kampung halaman, bertemu kedua orangtua, sanak saudara, menikmati ketupat (menu wajib lebaran), kue kering bertoples kaca cantik tertata rapi di atas meja. Wajah suka cita terlihat jelas dari raut wajah mereka. Tapi...semua itu pengecualian dulu untuk perantau sepertiku. Oke ini lebaran ke empat tanpa mama, papa, adek, nenek dan semua orang tersayang.

Mulai membiasakan diri dengan keadaan ini. Seperti biasa, suara takbir masih terdengar syahdu dari YouTube. Sebelumnya terasa biasa saja, tapi semakin lama gema takbir itu berkumandang, semakin aku diingatkan dengan masa lalu. Sudahlah, aku tidak ingin berlarut hingga akhirnya rindu ini semakin parah. 

Dengan sengaja aku telfon adeku hari itu juga dan inilah perkapan singkat kami yang sedikit membuat sontak hati

     Adek : Kak, Selvi ada tas baru, baju baru, semuanya baru

     Aku   : Waah enak, untuk kakak ada gak baju baru? Mau juga dong

     Adek : Untuk kakak gak ada. Hahaha. Kakak gak ada teman ya disana? Sendiri?

     Aku   : Iya kakak sendiri aja

     Adek : Kasian kali. Makanya kuliah itu jangan jauh-jauh. Gak dapat baju baru, tas baru, THR. 
                 Gak bisa makan kue mama sama lontong nenek

     Duh adeeek, kok jleb gitu yaa. Sakit menusuk tapi tak berdarah :D

Hari terakhir Ramadhan tahun ini ternyata terasa lebih berat. Sedikit cerita, entah kenapa tiba-tiba saja aku jatuh sakit. Apa ini efek homesick? Tidak, aku tidak sedang merasakannya. Seharian hanya bisa tiduran di kasur sambil menunggu buka puasa. Aku tidak ingin puasa terakhir ini berlalu begitu saja. Meskipun sempat pucat dan muntah, tapi selagi masih kuat kenapa tidak dilanjutkan saja kan? Alhamdulillah puasa full satu bulan :)

Balik lagi ke cerita takbiran. Sembari mendengar takbir, kusibukan diri dengan aktifitas yang bisa melupakanku sejenak dengan kenangan indah itu. Tapi ternyata aku tidak sekuat itu. Aku akui, aku rindu.

Pagi menyapa, alarm kembali terdengar membangunkanku dari tidur. Jujur saat bangun, terasa ada yang aneh, seolah aku lupa kalau hari itu Hari Raya Idul Fitri. Biasanya alarm berbunyi hanya untuk membangunkanku bersiap-siap kuliah. Hingga beberapa detik kemudian, "lah buruan bangun, mandi, dan bersiap untuk sholat ied", ucapku di dalam hati. Pantas saja, biasanya kan dulu ada mama ataupun papa yang membangunkan untuk segera bersiap pergi sholat. 

Tidak lama setelah itu, kuambil HP, kutelfon kedua orangtua dan adek-adek. Meminta maaf kepada mereka dan mendegar sedikit cerita mereka lebaran tahun ini. Tidak lama, hanya 15 menit kurang lebih. Syukurlah kabar baik yang kudengar. Sehat-sehat yaa kalian disana.

Semua terlihat biasa saja bukan? Yaa memang ini bukan untuk pertama kalinya bagiku. Tapi...hati memang tidak bisa bohong yaa. Sepandai apapun aku bersembunyi, hati selalu berkata jujur. Ucapan yang terucap dari ustadz pagi itu, melalui doanya, benar-benar membuat haru, mengingatkanku pada orangtua. Saat beliau berucap bagaimana perjuangan orangtua menyekolahkan kita, memikirkan keadaan kita, menahan malu atas ucapan orang lain, masalah-masalah yang ada di rantau. Semuanya berhasil memecahkan suasana kala itu. Aku menangis. Ok, I was not fine. Berusaha untuk tidak, tapi sepertinya air mata sudah menggedor pintu, ingin keluar. Setelah doa berakhir, kucoba bersikap biasa, keringkan mata, jangan berlarut-larut. "Oiya disini banyak keluarga Indonesia. Bersekolah, berkuliah disini, didampingi keluarga," ucapku dalam hati. Lebaran memang penuh cerita suka, tak heran jika orang-orang ingin berkumpul dengan keluarga mereka, lengkap, tanpa pengecualian sedikitpun. Ok. Kali ini, cepat kelarkan kuliah, supaya bisa bertemu dan berkumpul dengan mereka lagi bahkan bisa membawa mereka ke Jerman, berlibur bersama. Everything's gonna be ok. 

Kado Idul Fitri 1438H


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438H. Mohon maaf lahir dan bathin.

Sudah dulu yaa cerita haru dan sedihnya. Bukannya lagi lebaran? Mending cerita bahagia. 

"Alhamdulillah ada banyak orang yang juga sayang dan perhatian sama Cynthia disana. Gak semua orang dapat kesempatan kayak gitu. Coba aja lihat teman-teman Cynthia," ucapan terakhir mama sebelum mematikan telfon pagi itu. Terimakasih Allah, Engkau pertemukan aku dengan mereka. Bisa mengenal mereka, membuatku tetap merasakan hangatnya keluarga meski aku jauh dengan keluargaku sendiri. Mengenal mereka membuatku merasa tidak sendiri. Mengenal mereka membuatku masih bisa tertawa dan tentunya masih mendapatkan banyak nasehat.

Jadi bagaimana cerita bahagia hari ini?

Selepas sholat ied, kami lebaran bersama, tujuan selanjutnya ialah menikmati es krim di salah satu cafe yang ada di Augsburg. Menempuh perjalanan kurang lebih dua jam untuk bisa kesana, karena kami semua seperti tahun lalu sholat bersama di Munich. Hari itu terasa benar-benar seperti di Indonesia. Mungkin karena banyak warga Indonesia yang berkumpul disana.

Banyak varian menu es krim di cafe itu, ada kue, minuman hangat dan juga dingin. Kali itu aku lebih memilih untuk minum ice coffee, sudah lama tidak minum coffee karena puasa :D Minuman terhidang dengan gelas tinggi, ditambah es krim vanilla di dalamnya, dan tidak lupa juga krim vanilla beserta saus caramel. Menggiurkan bukan?
Ekspresi gitu amat yaa Cyn. Efek sebulan puasa sepertinya HAHA
Es krim selalu terasa nikmat, apalagi di saat summer seperti ini



Keluarga besar Augsburg

Bapak-bapak hebat Augsburg

Ibu-ibu hebat Augsburg dan calon ibu hebat *eh

Sepertinya lebaran kurang seru tanpa jalan-jalan. Walaupun pagi itu sempat turun hujan, tapi siangnya matahari kembali bersinar terang. Tidak lama setelah itu kami pergi ke Auerberg. Tempat yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Daerah perbukitan, melihat panorama, jejeran pegunungan Alpen beserta pemandangan danau. Hanya saja dulu kami menikmati sunset disana. Tapi kali ini menikmati sore nan cerah disana. Udaranya segar walau anginnya terasa dingin. Berlarian di rerumputan hijau, menikmati pemandangan dan indahnya ciptaan Tuhan. Mungkin kalau ada abang tukang bakso bakal jadi lebih seru lagi :D

Dan selalu bermain bareng adek Akmal :)

Setiap hari punya ceritanya masing-masing, dikemas dengan berbagai cerita berbeda. Banyak pelajaran yang bisa diambil dan seharusnya kata syukur selalu terucap.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438H. Mohon maaf lahir dan bathin :)

Pergi untuk Kembali. Menjauh untuk Mendekat.

Teruntuk hati yang telah memilih. Jangan biarkan diri terjebak diantara hitam dan putih


Perihal hati siapa yang tahu? Sampai kapanpun ini tetap menjadi rahasianya dengan Sang Pemilik Hati. Hanya Dia yang setia mendengar dan memberi jawaban. Setiap saat, tanpa hambatan, 24 jam selalu available.

Hati kadang sulit ditebak dan ibarat mata air, sumber dari segala kehidupan. Tempat setiap makhluk hidup bergantung. Sekali ia tercemar, maka semuanya mendapat imbas. Jika ia teracuni, maka ikut sertalah racun itu melukai.

Sebut saja namanya Bintang dan lelaki itu Bulan. Bintang dan Bulan yang saling melengkapi malam. Tidak seperti biasanya. Akhir-akhir ini malam terasa sunyi, langitpun mulai sepi. Biasanya Bulan dan Bintang selalu menjadi teman setia malamku. Mendengar segala curahan hati sebelum aku masuk ke dunia mimpi. Berharap setiap cerita itu bisa mengantarku pada mimpi indah, sebagai hiburan, pelarian dari dunia nyata.

Tidak seperti biasanya. Bulan dan Bintang tidak lagi saling membalas senyum. Mereka tidak lagi muncul bersamaan. Disaat Bulan datang, aku tidak melihat keberadaan Bintang. Disaat Bintang berkelap kelip, Bulan malah kelabu tertutup awan. Aku mulai merasa ada yang aneh. Ada apa dengan malamku? Ada apa dengan mereka? Aku coba mencari jawaban dari setiap pertanyaanku itu, masuk ke dunia mereka, meraba, menguatkan rasa. Dan ternyata, atmosfer langit sedang gundah. Panas dan dingin yang tidak lagi sinkron.

Ada apa dengan mereka? Dulu saat aku belum berteman dekat, memang ada jarak yang memisahkan mereka. Keduanya hanya sibuk dengan diri masing-masing. Tetapi siapa yang tahu, ternyata selama ini mereka saling memendam rasa. Tidak ada yang salah memang dengan rasa. Tapi mungkin lebih tepatnya bagaimana kita mengendalikan rasa itu.

Hingga suatu hari, mereka mulai memotong jarak itu. Perlahan saling mendekati satu sama lain. Mulai menyelami pribadi masing-masing. Siapa sangka, jarak itu mulai tidak terlihat meski sebenarnya dia ada. Keduanya mulai tahu isi hati masing-masing. Walau kadang ungkapan rasa itu selalu melalui konotasi dan perumpamaan.

Bulan dan Bintang ingin selalu bersama. Tapi kali ini mereka mulai menjauh. Sepertinya serpihan meteor mulai menyadarkan mereka. Lalu lalang diantara keduanya hingga jarak kembali muncul membatasi mereka.

Kini keduanya hanya bisa saling memandang. Berharap suatu waktu bisa kembali bersama. Saat dimana jarak tidak ada lagi diantara keduanya. Baginya Bintang, ia masih tetap mengingkan Bulan, karena sampai kapanpun hanya ada satu bulan di langit. Bagi Bulan, ia pun juga sudah memilih satu bintang. Dengan harapan besar, pilihannya ini tidak akan membuatnya kecewa. Mungkin sekarang belum saatnya, tapi tetap baginya, Bulan adalah motivasinya.

Kenapa?

Musim semi benar-benar telah berakhir. Mekarnya bunga-bunga taman kota tidak lagi tampak. Semuanya berganti hijau. Bagaikan padang rumput. Tapi tenang saja, yang setia masih tetap bertahan. Tidak semua bunga berhenti bermekaran. Setiap kelopaknya masih utuh dengan bilangan yang sama. Warnanya juga masih tetap cerah seperti sedia kala. 

Ada yang beda dengan tahun ini. Musim semi yang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kamu pelengkap musim semi tahun ini. Tidak pernah muncul sebelumnya. Tapi berhasil memberi warna baru. 

Musim semi berganti dengan musim panas. Begitulah siklusnya. Matahari mulai setia menampakan rupanya. Setelah sekian lama menghilang. Jauh di angkasa tetapi berhasil menghangatkan siapa saja. Tidak pandang bulu.

Hangat mulai terasa hangat. Hawanya mulai terasa olehku. Hadirmu mulai memberi rasa berbeda. Berusaha aku cermati apa ini nyata adanya. Aku mulai meraba dengan perlahan. Tanpa ada keraguan. 

Hari demi hari berlalu seperti itu. Tidak ada yang mengherankan. Sempat aku terhenti untuk bertanya. Tapi aku yakin itu hanya pertanyaan penguji. Apakah aku harus tetap melangkah atau memilih untuk diam.

Aku teringat akan hari itu. Saat itu aku duduk di satu sampan kecil. Lengkap dengan perbekalan seadanya. Tidak berlebihan dan tidak dibuat-buat. Tidak mau membuatmu berekspektasi tinggi. Biarkan begini adanya. 

Perlahan dayung itu aku kerahkan. Pelan, tidak kencang, karena aku tidak ingin ada ombak besar yang akan merusak. 

Masih berdayung. Tapi seketika seekor lumba-lumba datang menghampiri. Bertanya akan kepastian. Kepastian apa dayung ini tetap diputar hingga ia berakhir di tempatmu? Atau tiba saatnya untuk berbalik arah?

Aku terdiam sejenak. Saat itu tiba-tiba saja turun hujan padahal matahari bersinar cerah. Ucapmu menggetarkan hati ini. Seperti gemuruh langit saat turun hujan. Aku panik bahkan bingung harus bagaimana. Padahal aku sudah meyakinkan diri untuk tetap berlabuh di tempatmu. Tetapi kenapa tiba-tiba saja hujan ini turun?

Berbukalah dengan yang Manis

Ramadhan tiba. Saatnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Menahan diri dari segala godaan hawa nafsu. Menahan diri dari rasa lapar dan haus, tidak makan dan tidak minum, dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Dan tentunya juga dari perbuatan-perbuatan negatif.

Setiap usaha yang kita lakukan pada akhirnya akan mendapatkan hasil. Memuaskan atau tidaknya itu bergantung pada usaha yang kita berikan. Belajar sungguh-sungguh, mempersiapkan diri jauh hari untuk melaksanakan ujian semester, itu juga bentuk usaha kita untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Belum mendapatkan pekerjaan? Tentunya kita juga mesti berusaha. Cari info dimana saja. Tidak hanya duduk diam menanti. Kalau begitu bagaimana kita bisa mendapatkan kerja, mencarinya saja kita tidak mau. Terus apa hubungannya semua ini dengan puasa?

Saat kita berpuasa, itu juga merupakan usaha kita untuk mendapatkan pahala, ridha Allah dan berkah Ramadhan. Menahan diri dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Setiap hari selama satu bulan penuh. Pada akhirnya kita bertemu dengan Idul Fitri atau Zuckerfest (bahasa Jerman). Zucker artinya gula dan Fest artinya perayaan. Bisa dibilang perayaan yang manis seperti gula. Karena memang Idul Fitri itu adalah sesuatu yang manis dan dipenuhi dengan yang manis-manis.

Tetapi ada yang berbeda di Ramadhan tahun ini. Allah memberikan skenario terbaiknya kepadaku, sahabatku dan orang-orang disekitarku. Awal Ramadhan yang tidak pernah kami duga akan terjadi di perantauan. Setelah empat tahun di Jerman, kami merasakan awal Ramadhan yang penuh dengan rasa kekeluargaan. Mungkian kalian sudah ada yang membaca tulisanku sebelumnya. Cerita awal bagaimana manisnya Ramadhan tahun ini. Bagi yang belum bisa dibaca disini.

Selamat Berbuka Puasa
Augsburg, 27 Mei 2017. Kami semua diundang untuk berbuka puasa bersama di rumah Uni Titin dan Om Luqman. Tidak hanya kami tetapi juga ada Tante Vitri, Om Atin, Putri dan Akmal.

Akmal dan Putri

Fiona, Elvi, Shahi, Akmal dan Icyn
Sekitar 20 menit sebelum waktu adzan maghrib kami tiba di kediaman mereka. Rasa syukur langsung terucap saat melangkahkan kaki ke dalam rumah mereka. Semua makanan sudah terhidang. Rezeki dari Allah. Bukan hanya karena makanan semata. Tapi kebahagian saat itu, atmosfer keluarga saat itu yang kami rindukan. Teringat beberapa tahun yang lalu saat masih berkumpul dengan keluarga. Makanan juga terhidang di meja. Papa, Mama dan adik-adik duduk di kursi masing-masing. 


Apple Pie

Bolu Pandan



Ayam Bakar dan Dendeng

Sate
Alhamdulillah doa kita terkabulkan semua. Seseorang diantara kami tiba-tiba berucap seperti itu. Eh ternyata benar juga. Beberapa hari sebelum sampai di Augsburg, mereka pernah berkata kalau mereka ingin makan tahu isi. Alhamdulillah di hari kedua di Augsburg, saat berkumpul di rumah Tante Vitri, ternyata Uni Titin membawa tahu isi. Beberapa jam sebelum pergi kesana, kami juga berpikiran "kayaknya enak kalau kita piknik bersama". Alhamdulillah di sore harinya, di hari itu juga, kami diajak menikmati keindahan perbukitan yang ada di Bayern, tepatnya di Auerberg. Dan kalian tahu hari ini bagaimana? Di hari pertama Ramadhan kami, ada sate Padang yang terhidang. 

Sate Padang :)
Kami bercerita, tertawa bersama. Doa tidak henti mereka berikan untuk kesuksesan kami. Nasehat dan pelajaran hidup yang bisa kami ambil. 

Ternyata kejutan dari Allah tidak berhenti di hari itu. Beberapa saat sebelum kami pulang. Mereka bertanya rencana kami untuk hari esok bagaimana. Jujur aku ucapkan bahwasanya kami ingin pergi ke Kuhsee, danau yang terletak di kota Augsburg. Sebenarnya hari itu menjelang buka puasa di rumah Uni Titin, kami sudah berencana untuk ngabuburit di Kuhsee. Tapi dipending karena tidak punya banyak waktu lagi. Akhirnya kami duduk santai saja di taman.

Kalian tahu keinginan kami selanjutnya yang terkabul? Kami diajak ke Neuschwanstein Castle. Salah satu objek wisata ternama di Jerman dan terletak di Bayern. Sudah lama kami ingin pergi kesana bersama. Sebelumnya aku pergi ke Neuschwanstein Castle bersama Tante Vitri dan keluarga. Tapi kurang lengkap rasanya jika belum bersama mereka, Fiona, Shahi dan Elvi.

Neuschwanstein Castle
Sebenernya malam itu kami diajak ke danau yang lain selain Kuhsee. Ternyata esok harinya, di sore hari, rencana berubah. Kami diajak pergi mengunjungi Neuschwanstein. Alhamdulillah.

Tunggu cerita selanjutnya tentang Neuschwanstein ya :)



Naik dan Turun Gunung Pilatus dengan Total Waktu 13 Jam

Sejak SMA aku suka "pergi ke alam". Entah itu pergi ke gunung, goa atau hanya sekadar menginap di hutan. Tergabung dalam ekskul ...